Kewajiban Suami terhadap Istri dalam Islam
Kewajiban Suami terhadap Istri dalam Islam
Keluarga adalah satuan terkecil dalam masyarakat yang sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter orang-orang yang ada di dalamnya sekaligus menentukan baik tidaknya suatu masyarakat. Karena itulah, tak heran jika Islam cukup detail mengatur rambu-rambu dalam berumah tangga melalui ajaran-ajarannya agar setiap keluarga bisa menumbuhkan nilai-nilai sakinah, mawaddah dan rahmah.
ads
Hal-hal mengenai bagaimana memulai sebuah keluarga, membinanya, menyelesaikan konflik, termasuk ‘pembagian kerja’ diatur serinci mungkin dalam Islam. Salah satunya adalah mengenai kewajiban suami terhadap istri.
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam secara tegas menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan dalam sebuah keluarga, sehingga ini seolah memposisikan laki-laki, dalam hal ini suami, pada ‘jabatan’ yang superior. Akan tetapi, ayat lain menjelaskan bahwa baik suami maupun istri adalah dua komponen yang saling melengkapi, bahwa suami adalah ‘pakaian’ bagi istri dan begitu juga sebaliknya.
Karena itu, meski disebut pemimpin dalam rumah tangga, suami tidaklah sama layaknya seorang raja yang dapat memerintah istrinya begitu saja. Suami bahkan memiliki beberapa kewajiban yang harus ia penuhi terhadap istri. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut;
1. Membayar Mahar (mas kawin pernikahan)
Seorang suami diwajibkan membayar mas kawin atas istrinya seperti yang disebut dalam akad nikah sekaligus menjadi syarat sahnya. Adapun bentuk dan jumlah mas kawin bisa disesuaikan dengan adat yang berlaku, kesepakatan antara suami dan istri maupun pihak keluarga dengan menjunjung tinggi prinsip untuk tidak memberatkan pihak suami.
Firman Allah SWT:
“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa’ : 4)
Mas kawin sebenarnya merupakan simbol pemberian suami kepada istri yang menandakan halalnya hubungan seorang laki-laki dan perempuan. Dalam praktiknya, ada sebagian suami yang menunda pembayaran mahar istrinya ataupun membayarnya dengan sistem kredit. Ini dibenarkan oleh agama dengan catatan adanya kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.
“Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. al-Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari Muslim.”)
2. Menafkahi Istri
Meski dalam realita belakangan, istri juga turut andil dalam menghidupi keluarga, kewajiban memberi nafkah tetap berada di tangan suami. Karena itu, pilihan seorang istri untuk menjadi ibu rumah tangga dan berkarier di rumah tidak seharusnya dijadikan alasan untuk memandang rendah sang istri.
Begitu juga, keputusan seorang istri untuk bekerja dan turut menyokong perekonomian keluarga bukanlah alasan bagi sang suami untuk tidak menafkahi istrinya. Nafkah di sini meliputi makanan, pakaian dan tempat tinggal yang layak.
Dalil yang menunjukan bahwa suami wajib menafkahi istri:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Artinya:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
Kelebihan plafon gypsum
-
*Kelebihan Plafon Gypsum: Pilihan Cerdas untuk Rumah dan Bangunan*
Plafon gypsum adalah salah satu pilihan material plafon yang banyak
digunakan di ru...