Buletin Kaffah No.
07, 2 Muharram 1439 H/22 September 2017 M
SPIRIT HIJRAH
Penanggalan Hijrah
sebagai penanggalan Islam mulai digunakan semasa Khalifah Umar bin al-Khathab
ra. Awal Tahun Hijrah berpatokan pada peristiwa hijrah Rasul saw. dari Makkah
ke Madinah. Keputusan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. tersebut—yang kemudian
disepakati oleh para sahabat—tentu memiliki makna besar. Peristiwa hijrah
Baginda Nabi saw. dari Makkah ke Madinah adalah momentum penting dalam lintasan
sejarah perjuangan Islam dan kaum Muslim. Dengan hijrah itulah masyarakat Islam
terbentuk untuk pertama kalinya. Lewat pintu hijrah itu pula, Islam sebagai
sebuah ideologi dan sistem bisa ditegakkan dalam intitusi negara, yakni Daulah
Islamiyah di Madinah Munawarah.
Karena itu makna dan spirit hijrah itu penting untuk
diresapi serta direalisasikan untuk menghela perubahan masyarakat saat ini.
Dengan begitu akan terwujud kembali masyarakat Islam yang diliputi keberkahan
dan keridhaan dari Allah SWT.
Hijrah Secara Bahasa
Hijrah secara bahasa berarti berpindah
dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan lain (Lisân al-‘Arab, V/250; Al-Qâmûs al-Muhith, I/637). Menurut Rawas
Qal’ah Ji dalam Mu’jam Lughah al-Fuqahâ’,
secara tradisi, hijrah bermakna
keluar atau berpindah dari satu negeri ke
negeri yang lain untuk menetap
di situ. Menurut
al-Jurjani dalam At-Ta’rifât, hijrah adalah meninggalkan negeri yang berada di
tengah kaum kafir dan berpindah ke Dâr
al-Islâm.
Baginda Nabi saw. pernah bersabda:
« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ
مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ »
Muslim itu adalah orang yang
menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. Orang yang
berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, dll).
Ibnu
Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath
al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, juga al-’Alqami
yang dikutip di dalam ‘Awn al-Ma’bûd, menjelaskan
bahwa hijrah
itu ada dua macam: zhâhirah dan bâthinah. Hijrah bâthinah adalah meninggalkan apa saja yang
diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan (nafsu
al-ammârah bi as-sû’)
dan seruan setan. Hijrah zhâhirah
adalah lari menyelamatkan agama dari
fitnah (al-firâr bi ad-dîn min al-fitan).
Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Fath al-Bârî Syarhu
Shahîh al-Bukhârî menjelaskan, asal dari hijrah adalah
meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan
kebaikan. Hijrah
secara mutlak dalam as-Sunnah ditransformasikan ke makna: meninggalkan negeri
syirik (kufur) menuju Dâr al-Islâm.
Jika demikian maka asal hijrah adalah meninggalkan apa saja yang telah Allah larang
berupa kemaksiatan, termasuk di dalamnya meninggalkan negeri syirk untuk
tinggal di Dâr al-Islâm. Dengan
demikian hijrah yang sempurna (hakiki) adalah meninggalkan apa saja yang telah
Allah SWT larang, termasuk meninggalkan negeri syirik (kufur) menuju Dâr al-Islâm.
Secara syar’i, menurut para fukaha, pengertian
hijrah adalah
keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Darul Islam adalah suatu
wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek
kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim.
Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang
tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak
berada di tangan kaum Muslim sekalipun mayoritas penduduknya beragama
Islam. Pengertian hijrah semacam ini diambil dari
fakta hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian
menjadi Darul Islam).
Dari semua itu, hijrah mungkin bisa dimaknai sebagai
momentum perubahan dan peralihan dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari segala
bentuk kejahiliahan menuju Islam dan
dari masyarakat jahiliah menuju masyarakat Islam.
Alhasil, peralihan dan perubahan ke arah Islam dan
masyarakat Islam itulah spirit hijrah. Tentu spirit hijrah seperti itu sangat
relevan untuk kita wujudkan saat ini di tengah kehidupan kita kaum Muslim.
Kejahiliahan
Modern
Kondisi masyarakat modern saat ini, jika dibandingkan
dengan kondisi masyarakat jahiliah pra hijrah, tampak banyak kemiripan, dan
bahkan dalam beberapa hal justru lebih buruk. Ciri utama masyarakat jahiliah dulu
adalah kehidupan diatur dengan aturan dan sistem jahiliah buatan manusia. Pada
masyarakat Quraisy, aturan dan sistem kemasyarakatan dibuat oleh para pemuka
kabilah. Hal itu mereka rumuskan melalui pertemuan para pembesar dan tetua
kabilah di
Dar an-Nadwah. Kondisi yang sama persis juga berlangsung saat ini. Kehidupan
diatur dengan aturan dan sistem buatan manusia yang dibuat oleh sekumpulan
orang dengan mengatasnamakan rakyat.
Dalam aspek ekonomi ada riba,
manipulasi, kecurangan dalam timbangan dan takaran, penimbunan, eksploitasi
oleh pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah, konsentrasi kekayaan pada
segelintir orang, dsb. Semua itu kental mewarnai kehidupan ekonomi masyarakat
jahiliah pra hijrah. Hal yang sama juga mewarnai
kehidupan ekonomi modern saat ini. Penipuan ekonomi banyak terjadi. Harta juga
terkonsentrasi pada segelintir kecil orang. Satu persen dari masyarakat
menguasai lebih dari 60 persen kekayaan yang ada. Satu orang menguasai tanah
ratusan ribu hektar bahkan lebih dari satu juta hektar. Riba merajalela. Bahkan saat ini riba justru menjadi
pilar sistem ekonomi dan negara menjadi salah satu pelaku utamanya. Negara bahkan
gemar menumpuk utang ribawi yang menjadi beban rakyat hingga Rp 3.700 triliun
rupiah.
Pada aspek sosial, masyarakat
jahiliah pra hijrah identik dengan kebobrokan moral yang luar biasa. Mabuk,
pelacuran dan kekejaman menyeruak di mana-mana. Anak-anak perempuan yang baru lahir
pun dibunuh, bahkan dengan
cara dikubur hidup-hidup. Kondisi sosial masyarakat jahiliah itu juga banyak
terjadi pada masyarakat modern saat ini. Perzinaan difasilitasi dengan
lokalisasi dan dilegalkan
atas nama investasi dan retribusi. Tak sedikit pula bayi yang dibunuh saat baru lahir. Jika
dulu bayi perempuan yang dibunuh, sekarang bayi laki-laki atau perempuan yang dibunuh.
Bahkan mereka dibunuh sebelum lahir melalui aborsi. Jumlahnya pun mencapai
jutaan kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya.
Dalam aspek politik dan konstelasi internasional, bangsa Arab jahiliah
pra hijrah bukanlah bangsa yang istimewa. Dua negara adidaya saat itu, Persia
dan Byzantium, sama sekali tidak melihat Arab sebagai sebuah kekuatan politik
yang patut diperhitungkan. Begitu pula saat
ini. Negeri-negeri kaum Muslim, termasuk negeri ini, juga
tidak pernah diperhitungkan oleh negara-negara lain, kecuali
sebagai obyek jajahan. Kekayaan alam negeri kita dijadikan jarahan oleh
negara-negara penjajah dan para kapitalis. Jutaan kilometer persegi perairan
dan jutaan hektar daratan negeri ini sudah dikapling-kapling untuk
perusahaan-perusahaan yang kebanyakan asing.
Karena itu
tepat jika kondisi kehidupan saat ini disebut jahiliah modern. Maju secara
sains dan teknologi, namun aturan dan sistemnya tetap aturan dan sistem
jahiliah; aturan dan
sistemnya tetap buatan
manusia.
Spirit Hijrah Masa Kini
Fakta masyarakat dengan kejahiliahan modern itu perlu kita
ubah menjadi masyarakat Islam. Inilah yang juga dilakukan oleh Rasul saw. dan para
sahabat beliau. Di situlah pentingnya spirit hijrah. Spirit hijrah itu adalah
spirit perubahan dan peralihan dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari segala
bentuk kejahiliahan menuju Islam dan dari masyarakat jahiliah menuju masyarakat
Islam. Inilah yang harus diwujudkan.
Perubahan tentu tidak akan datang
begitu saja. Perubahan itu harus kita
usahakan. Allah SWT berfirman:
] ... إِنَّ اللَّهَ لاَ
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ...[
...Sungguh
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri… (TQS ar-Ra’du [13]: 11).
Mewujudkan spirit hijrah itu tidak lain adalah dengan
berjuang untuk membangun masyarakat Islam. Masyarakat Islam inilah yang juga dibangun
oleh Rasul saw. dan para sahabat pasca hijrah ke Madinah. Masyarakat di Madinah
pasca hijrah tetaplah masyarakat yang beragam, heterogen secara agama, suku,
warna kulit dan lainnya. Keberagaman di masyarakat itu bisa dikelola dengan
baik melalui penerapan syariah Islam secara kâffah atas semua warga
negara.
Dengan demikian kunci perwujudan masyarakat islami pasca
hijrah tidak lain adalah penerapan syariah Islam secara kâffah atas semua
warga negara di dalam Daulah Islam.
‘Ala kulli hal, marilah kita sambut seruan Allah SWT:
﴿يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ﴾
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul
menyeru kalian menuju suatu yang memberikan kehidupan
kepada kalian (TQS al-Anfal
[8]: 24).
WalLâhu a’lam. []
Hikmah:
إِنَّ الَّذِينَ
آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ
رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sungguh orang-orang yang beriman, berhijrah
dan berjihad di jalan Allah, itulah mereka yang benar-benar mengharapkan rahmat
Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS
al-Baqarah [2]: 218).
وَمَنْ
يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الأرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ
يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ
فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Siapa saja
yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini
tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Siapa saja yang keluar dari
rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpa dirinya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh pahalanya
telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (TQS
an-Nisa’ [4]: 100).