[iklan]

PENGHAYATAN KARAKTER dalam Teater

PENGHAYATAN KARAKTER


Seni teater adalah seni yang dalam pementasannya
menggunakan media pemeran untuk mengkomunikasikan ide-ide dan
gagasan penulis lakon. Pemeran adalah orang yang memainkan peran
yaitu gambaran-gambaran karakter tokoh. Seorang pemeran yang baik
akan menggambarkan karakter itu sedetail mungkin agar tampak hidup.
Untuk mencapai gambaran itu seorang pemeran harus berusaha
menggali dan meneliti peran yang akan dimainkan. Dengan bantuan
pikiran, perasaan, dan jasmaninya yang terlatih, seorang pemeran akan
berhasil menggambarkan bahkan menghayati peran tersebut.
Karakter adalah gambaran tokoh peran yang diciptakan oleh
penulis lakon melalui keseluruhan ciri-ciri jiwa dan raga seorang peran.
Karakter-karakter ini akan diwujudkan oleh pemeran serta disajikan
dalam suatu pementasan teater dalam wujud tokoh-tokoh. Proses
penciptaan karakter ini menuntut seorang pemeran mempunyai daya
cipta yang tinggi serta mencoba semaksimal mungkin menjadi karakter
tersebut. Maksudnya, pemeran harus sanggup menjiwai peran yang
dimainkan sehingga seperti benar-benar wujud dari karakter tersebut.
Pemeran adalah orang yang diberi kepercayaan oleh penulis
lakon atau sutradara untuk mewujudkan imajinasinya. Pemeran yang baik
akan berusaha mewujudkan hasil imajinasi tersebut menjadi hidup.
Dengan bisa mewujudkan karakter-karakter yang ditulis oleh penulis
lakon tersebut maka penonton akan lebih mudah terpengaruh dan
menikmati pementasan tersebut. Seorang pemeran tidak bisa berpurapura
menjadi karakter tersebut, tetapi harus menghayatinya. Artinya
pemeran harus bisa membuat pikiran, perasaan, watak dan jasmaninya
untuk berubah sementara menjadi pikiran, perasaan, watak dan jasmani
karakter. Untuk dapat menghayati karakter tersebut, diperlukan suatu
langkah kerja mulai dari menganalisis karakter, observasi, interpretasi
kemudian memerankan karakter tersebut.

5.1 Analisis Karakter
Lakon ditulis oleh penulis lakon berdasarkan suatu pengalaman
hidup, cita-cita atau ide yang disebut visi. Dengan dasar visi itulah maka karakter yang ada dalam lakon tersebut hidup. Penulis lakon tidak pernah
langsung menuliskan atau menjelaskan karakter tokoh yang
diciptakannya, tetapi karakter itulah yang berbicara dan hidup sebagai
suatu imajinasi. Kata-kata dan kalimat yang diucapkan oleh karakter akan
mengekspresikan visi seorang penulis lakon. Tugas seorang pemeran
adalah menghidupkan dan memainkan karakter-karakter yang menjadi
visi penulis lakon. Untuk dapat memainkan dan menghidupkan karakter
tersebut perlu adanya analisis.
Tugas seorang pemeran adalah membalikkan proses yang
dilakukan oleh penulis ketika menulis lakon tersebut. Ketika menganalisis
karakter, pemeran harus mampu melihat naskah itu sebagai satu
kehidupan yang sedang terjadi dan tahu apa pesan yang disampaikan
oleh penulis lakon. Seorang pemeran harus mampu melihat naskah
dimana karakter-karakternya bukan diciptakan dengan maksud tertentu
sebagai bagian dari keseluruhan struktur yang saling terkait. Pemeran
tidak dapat mengerti siapa karakternya jika tidak mengenal bagaimana
karakternya terkait dengan keseluruhan struktur naskah.
Langkah terpenting dalam menganalisis karakter adalah
membaca dan mempelajari seluruh naskah. Hal ini berarti membaca dari
halaman pertama sampai halaman terakhir. Walaupun kelihatannya
mudah tetapi banyak pemeran yang tidak mempelajari kata perkata,
adegan peradegan dari keseluruhan naskah. Jika pemeran hanya
membaca adegan yang hendak dimainkan, maka ketika harus
mementaskan seluruh naskah, ia hanya mampu memainkan peran
sebuah karakter yang tidak jelas dan tidak mempunyai tujuan. Usaha
seorang pemeran adalah menganalisis seluruh naskah untuk
menemukan karakter-karakter yang dibuat oleh penulis lakon.
Karakter-karakter yang ada dalam naskah lakon menggambarkan
manusia dan nilai kemanusiaannya atau fisik dan intelektual. Manusia
terdiri dari raga atau jasmani, pikiran dan kualitas intelektual, hubungan
masyarakat dan kualitas kemasyarakatannya. Tugas seorang pemeran
sebelum memainkan karakter atau peran adalah menganalisanya demi
keberhasilan permainan tersebut. Metode dalam menganalisa karakter ini
bermacam-macam, misalnya Yapi Tambayong (2000) ketika
menganalisis karakter dengan membagi empat segi yaitu segi historis,
segi sosiologis, segi psikologis, dan segi filosofis. Sedangkan Lajos Egri
(Harymawan, 1993) mengemukakan karakter manusia dapat dikaji
dengan tiga dimensi yaitu dimensi fisiologis, dimensi sosiologis dan
dimensi pikologis.

5.1.1 Segi Historis
Analisis karakter dari segi historis adalah analisis untuk mencari
gambaran karakter dari segi kesejarahan karakter. Karakter diciptakan
oleh penulis lakon sesuai dengan sejarah dimana karakter itu hidup.
Ketika hendak memainkan karakter tersebut berarti harus mempelajari
jaman dimana karakter berada. Jadi ketika hendak memainkan karakter,

kita akan menganalisis sejarah peran dan sejarah penulis lakon itu hidup.
Ada yang menyebutkan bahwa seorang penulis adalah wakil dari jiwa
jamannya. Kalau ingin mengetahui keadaan jaman pada waktu itu,
bacalah karya tulis penulis lakon jaman itu. Analisis ini juga termasuk
menganalisis dekorasi, kostum, make-up, dan properti sebagai
penunjang karakter.
Contoh: analisis segi historis karakter Raja Lear dalam lakon
Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.
Raja Lear adalah seorang raja di kerajaan Britania (Inggris) dan
mempunyai tiga orang anak, yaitu Gonerill, Regan, dan Cordelia. Hal ini
dijelaskan oleh penulis lakon pada awal lakon, ”Terjadi di Britania” , dan
keterangan pada adegan III, ”Perkemahan tentara Britania dekat Dover.
Masuk Edmund dan Lear serta Cordelia sebagai tawanan........”. Pada
adegan III ini Raja Lear sudah tidak punya kerajaan, karena sudah
dibagi-bagi pada anak-anaknya dengan harapan Raja Lear akan diurus
oleh anak-anaknya tersebut. Dalalm perjalanan lakon, Raja Lear disiasiakan
oleh anak-anaknya dan pergi mengembara keluar dari kerajaan
tetapi masih di wilayah kerajaan Britania. Dalam lakon ini penulis lakon
sudah memberi rambu-rambu tempat terjadinya peristiwa yaitu di
kerajaan Britania. Akan tetapi, banyak penulis lakon tidak memberi
rambu-rambu tempat terjadinya peristiwa, maka seorang pemeran
bekerjasama dengan sutradara menganalisa dimana terjadinya peristiwa
tersebut.
Suasana jaman dimana karakter itu hidup juga sangat
mempengaruhi cara kita memainkan karakter tersebut. Analisis bisa
dilakukan dengan mencermati dialog-dialog yang disampaikan oleh
karakter-karakter dalam lakon.
Dari dialog-dialog dalam kutipan 74 dapat di simpulkan bahwa
kerajaan Britania setelah dibagi-bagi oleh Raja Lear mengalami banyak
intrik, perebutan kekuasaan, keserakahan yang merajalela, saling curiga,
dan peperangan. Kisah Raja Lear ini menceritakan tragedi sebuah
keluarga kerajaan yang penuh dengan fitnah, dengki, kekejaman dan
kemesuman, tetapi di satu sisi juga menggambarkan keagungan jiwa,
kesetiaan, pengabdian, pengorbanan dan kasih sayang yang tulus.
EDMUND : Percayalah, akibat-akibat yang disebutkan itu
malang sekali telah terjadi benar-benar; misalnya
kejadian tak fitri antara anak dan orang tuannya,
persahabatan lama yang putus, sengketa dalam
negara, ancaman dan hasutan terhadap para raja
dan bangsawan, kecurigaan yang tak beralasan,
pembuangan kawan-kawan, tentara kucar-kacir,
perkawinan retak dan entah apa lagi.
249
KENT : ................ antara Cornwall dan Albany ada
sengketa, meskipun sampai sekarang tak
nampak, tertutup oleh penyamaran dari kedua
pihak.......................... Itulah mata-mata yang
mengabarkan keadaan negeri kita pada raja
Perancis; kenyataan tentang keserakahan dan
muslihat para tumenggung, pun kebengisan
mereka terhadap raja kita yang tua dan berbudi,
atau yang lebih penting lagi; dan untuk itu hal-hal
yang tadi hanyalah pembuka. Tapi pastilah akan
datang tentara Perancis ke negara yang terpecah
ini dengan menggunakan kelalaian kita, tentara itu
telah mendarat. Di berbagai pelabuhan penting
dan segera mengibarkan panjipanjinya....................
EDGAR : Tuan dengar akan ada pertempuran?
William Shakespeare adalah seorang penulis puisi, soneta, aktor,
dan penulis lakon yang lahir di Stratford-upon-Avon, Warwickshire
Inggris pada tahun 1564 serta meninggal pada tahun 1616 di kota yang
sama. Semasa hidupnya ia mendapat banyak pendidikan, bukan hanya
Grammar School tetapi soal teater dan segala hal. Ia menulis 38 lakon
(kebanyakan mengenai sejarah Inggris) 154 soneta, dan beberapa puisi.
Ia hidup pada jaman pemerintahan ratu Elizabeth yang sangat gemar
dengan teater. Tahun 1592 kerajaan Inggris terserang wabah yang
sangat hebat, maka banyak teater-teater di Inggris yang ditutup. Lakon
Raja Lear banyak terinspirasi oleh dongeng, sajak, balada tentang
berdirinya kerajaan Britania. Selain itu Shakespeare juga
menggambarkan bencana wabah yang menyerang kerajaan Inggris itu
sebagai kiamat, dan lakon Raja Lear ini juga digambarkan sebagai
kiamat kecil.

5.1.2 Segi Sosiologis
Manusia adalah makluk sosial yang hidupnya dipengaruhi oleh
struktur sosial masyarakat yang ada. Struktur sosial adalah perumusan
dan susunan hubungan antar individu. Struktur sosial dari suatu
masyarakat dapat dipelajari dari aktivitas-aktivitas individunya. Jadi kalau
ingin mengetahui Analisis karakter dari segi sosiologis adalah analisis
karakter untuk mencari gambaran sifat-sifat kemanusiaan secara sosial.
Dalam analisis ini kita akan mencari gambaran status ekonominya
bagaimana, kepercayaan apa, profesinya apa atau sebagai apa,
hubungan kekeluargaanya bagaimana, bangsa apa, pendidikannya apa,
dan lain-lain yang mendudukan karakter itu dalam lingkungan atau
kemasyarakatannya. Analisis ini penting karena karakter yang akan
250
dimainkan itu memiliki dunianya sendiri dan hidup sesuai dengan dunia
tersebut. Tugas seorang pemeran adalah menghidupkan karakter sesuai
dengan dunia karakter tersebut.
Contoh: analisis segi sosiologis karakter Raja Lear dalam lakon
Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.
LEAR : Sementara itu baiklah kubuka rahasia rencana.
Kemarikan peta itu – Kerajaan kami bagi jadi tiga,
dan menurut rencana kami alihkan........................
Anak-anakku kini kami lepaskan kuasa,
pemerintahan dan penghasilan tanah..............
CORDELIA : Ayah termulia, dari ayahlah hamba mereguk
hidup, pendidikan dan cinta...................
KENT : Baginda Lear, yang selalu saya hormati sebagai
raja, hamba sayangi bagai ayah, hamba turuti
sebagai yang dipertuan……….
RAJA LEAR : Wah, demi Apollo………
KENT : Demi Apollo, tuan raja, sia-sialah tuan sebut para
dewa…
LEAR : .............Jika pada hari kesepuluh tubuhmu
terbuang itu terjumpai di neg’ri kami, saat itu
matilah kau. Nyah! Demi Yupiter, ini tak bakal
ditarik kembali.
LEAR : Aku tak bisa dituntut tentang pembikinan mata
uang; akulah sang raja.
Dari dialog-dialog ini dapat dianalisis ciri-ciri sosial Raja Lear. Raja Lear
adalah seorang raja yang membagi kerajaan dan pemerintahannya,
seorang ayah dari tiga anak, dia percaya pada dewa-dewa (agama pada
waktu itu percaya pada dewa-dewa), bangsa Britania.
5.1.3 Segi Psikologis
Analisis karakter dari segi psikologis adalah analisis untuk
mencari gambaran tentang kebiasaan, moralitas, keinginan, nafsu,
motivasi dan lain-lain. Analisis ini lebih mencari gambaran peran yang
bersifat emosional batiniah dan tingkat intelektualitas peran. Analisis
dapat dilakukan dengan menginterpretasi dialog-dialog peran. dan dialog
karakter yang lain.
251
Contoh: analisis segi Psikologis karakter Raja Lear dalam lakon
King Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.
LEAR : ..................Siapa diantaramu paling cinta pada
kami, supaya anugerah terbesar kami
sampaikan........
LEAR : .........Kendalikan lidahmu sedikit; nanti kuhambat
untungmu.
KENT : .......... tapi ada sifat tuan yang saya inginkan
sebagai majikan saya
LEAR : yaitu?
KENT : Kewibawaan
GONERILL : Juga pada saatnya yang paling baik dan sehat ia
suka naik darah; mudah dimengerti, dalam usia
lanjut ini tak hanya ada cacat-cacat yang lama
berakar, tapi ia juga keras kepala. Kekerasan dan
kemarahan.
BADUT : Betul, tuan cukup pandai untuk jadi badut.
LEAR : Merampas dengan kekerasan! – keji! Tak tahu diri.
REGAN : O dewa suci! Begitu juga tuan kutuk saya nanti
dalam amarah.
GONERILL : ......... Dosa bukan yang disebut dosa oleh si
dungu atau kakek yang pikun.
LEAR : .................pada kamu berdua yang tidak insaniah
ini akan kebalas dendam, hingga seluruh jagat –
ya, pastilah dendamku berlaku.
LEAR : ...........Bukan hujan, badai, guntur atau petirlah
anak-anakku; unsur alam, dendamku tidak
untukmu; kau tak pernah kuberi kerajaan dan
kusebut anak.........
CORDELIA : Duhai, begitulah dia; orang melihatnya tadi galak
bagai laut ganas dan menyanyi lantang.............
LEAR : Terkutuk kamu semua, pembunuh,
pengkhianat!.........
252
Dari dialog-dialog ini dapat dianalisis ciri-ciri psikis (kejiwaan) Raja Lear
adalah orang yang suka dipuji, tidak suka dibantah, berwibawa, pemarah,
keras kepala, pandai, suka mengutuk, sudah pikun, pendendam, galak.
5.1.4 Segi Fisiologis
Analisis karakter dari segi fisiologis adalah analisis untuk mencari
gambaran tentang ciri-ciri fisik peran, termasuk jenis kelamin, usia, postur
tubuh, warna kulir, warna rambut, bentuk mata dan lain-lain. Analisis ini
mencari gambaran sosok raga tokoh secara utuh. Langkah menganalisis
secara fisik adalah.
a. Baca keterangan dari penulis lakon, sebab kadang-kadang
penulis lakon sudah memberikan gambaran tentang fisik
karakter yang ditulisnya tetapi bisa juga tidak dituliskan.
b. Baca keterangan permainan (stage direction), kadang
keterang fisik karakter dituliskan pada keterangan permainan
oleh penulis lakon.
c. Cermati dialog-dialog karakter tersebut.
d. Analisis dari dialog-dialog karakter yang lain, kadang ciri-ciri
fisik karakter terdapat pada dialog karakter yang lain.
e. analsis laku dari karakter tersebut.
f. Kalau dari semua yang tersebut di atas tidak ada, berarti
harus diinterpretasi dari keseluruhan naskah tersebut.
Contoh: analisis segi Fisiologis karakter Raja Lear dalam lakon
Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno
Sumardjo.
LEAR : ............................. Kerajaan kami bagi jadi tiga,
dan menurut rencana kami alihkan seg’ra segala
tanggungan dari pundak tua ini kepada tenaga
muda, agar bebas dari beban untuk merayap ke
kubur.................
LEAR : ....................... Jahanam, aku malu. Bahwa jiwa
jantanku tergonjang olehmu, hingga air mata
panas yang mau tak mau keluar seolah sepadan
denganmu!....................
LEAR : .................... Kau tak malu melihat janggut
ini?................
LEAR : .....................Menyambar pohon, hanguskan
rambutku putih!...........
LEAR : .......”Anak yang kusayang, kuakui aku sudah
tua; umur tua tak berguna;...............
GLOUCESTER : Raja telah gila ................
253
CORDELIA : O dewa rahmani, pulihkan yang rusak redam di
dalam otaknya yang teraniaya!.........................
LEAR : Kuharap jangan berolok-olok. Aku kakek edan
yang lusuh; dan umurku delapan puluh lebih, tak
kurang satu jampun. Terus terang saja:
pikiranku tiada mestinya........................
CORDELIA : .................. yang berkat maksud baik diganjar
nasib buruk; beban baginda menindih
hatiku................
LEAR : Mataku pudar - ...................
Dari dialog-dialog di atas dapat di analisis ciri-ciri fisik Raja Lear adalah
seorang laki-laki, sudah tua (berumur kurang lebih 80 tahun), berjanggut,
rambut putih, sakit jiwa (setelah keluar dari kerajaan), kurus, mata sudah
pudar.

Segi Moral
Analisis karakter dari segi moral adalah analisis untuk mencari
gambaran pandangan moralitas tokoh. Walaupun segi moral sudah
dituliskan oleh penulis lakon dalam naskahnya, sering tidak menjadi
bagian objek analisis. Analisis ini perlu dilakukan oleh seorang pemeran
dengan tujuan untuk mencari matif-motif atau alasan-alasan tokoh yang
akan dimainkan ketika dia membuat sebuah keputusan-keputusan yang
bersifat moralitas.
Analisis ini berfungsi untuk mempersiapkan batin dan untuk
mengetahui motif peran. Kalau tahu motif dan alasannya maka akan
dapat memainkan secara logis. Misalnya, analisis segi moral pada peran
Raja Lear dalam lakon Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan
Trisno Sumardjo. Kenapa Raja Lear ingin membagi kerajaannya kepada
anak-anaknya? Kenapa raja Lear marah dan murka pada Cordelia?
Kemudian marah pada Gonerill dan Regan sampai mengeluarkan
sumpah dan mengutuk anaknya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan membimbing akting pemain pada alasan-alasan yang jelas.
Seorang penulis biasanya menuliskan moralitas lakon tersebut,
pada dialog tokoh. Misalnya, lakon Raja Lear karya William Shakespeare
terjemahan Trisno Sumardjo.
EDGAR : Orang tunduk pada beban jaman serba berat; lidah
tunduk pada rasa, bukan pada adat. Yang tertua paling
berat bebannya; kita yang muda tak akan
berpengalaman sebanyak mereka.


5.2 Observasi
Seorang pemeran seharusnya menjadi seorang observator atau
pengamat yang baik. Observasi berarti menangkap atau merekam hal-hal
yang terjadi dalam kehidupan. Tentang masyarakat, tempat, objek dan
segala situasi yang menambah kedalaman tingkat kepekaan seorang
pemeran. Ketika mengamati objek orang, pemeran seharusnya membuat
catatan-catatan baik secara tertulis maupun dalam ingatan. Hal ini bisa
menjadi dasar karakter yang akan ditemukannya dimasa datang. Proses
ini dapat membantu untuk menciptakan sebuah karakter yang lengkap
dalam sebuah struktur permainan.
Kekuatan pengamatan (observasi) adalah gabungan antara
empati dan perhatian intelektual. Artinya seorang pemeran harus
mengembangkan sesitifitas pada indera: melihat, menyentuh, mencium,
mendengar, dan merasakan. Mengenal dan mengingat suatu perasan
dalam aktifitas keseharian adalah sangat penting. Untuk mengamati
secara benar seseorang harus dapat merasakan dan mengkategorikan
inderanya. Jadi, indera (senses), perasaan (feelings), dan pengamatan
(observation) bergabung menjadi suatu mata rantai sebagai alat
pembentuk sebuah karakter. Seorang pemeran harus menggunakan
kekuatan observasi untuk tujuan-tujuan sebagai berikut.
a. Untuk mempelajari karakter manusia. Hal ini berhubungan
dengan karakter yang akan dimainkan. Dalam berjalan,
gesture, berbicara dan duduk yang nantinya dapat ditiru saat
berada di atas panggung.
b. Untuk mempelajari suasana, bagaimana suasana yang
digambarkan oleh penulis lakon dapat diwujudkan oleh
pemeran lewat tingkah laku, ucapan, maupun hubungan
secara keseluruhan.
c. Untuk menggabungkan beberapa kualitas yang dapat
dipelajari saat mengamati.
d. Untuk memperkaya perbendaharaan gambar yang bersifat
fisik atau realitas.
e. Untuk mencari detail-detail objek secara spesifik dan
diaplikasikan pada peran.
Contoh:
Seandainya pemeran memainkan lakon Kereta Kencana Karya
Eugene Ionesco terjemahan WS. Rendra. Langkah pertama
adalah menganalisis lakon tersebut, kemudian menganalisis
karakter yang akan dimainkan. Langkah selanjutnya adalah
mengobservasi pera-peran yang ada dalam lakon tersebut, yaitu
pada tokoh kakek dan nenek berdasarkan analisis karakter.
Kakek adalah seorang orang yang sangat renta, punya penyakit
pada saluran pernafasan, sudah pasrah pada kematian, seperti
255
anak kecil, mantan profesor yang dilupakan tapi juga seorang
grilyawan. Observasi difokuskan pada orang-orang yang
mempunyai ciri-ciri tersebut. Tempat observasi bisa dimana saja,
baik di jalanan, di rumahnya sendiri, di rumah jompo dan lain-lain.
Hasil dari observasi akan dicoba pada tempat latihan. Latihan
dilakukan secara berulang-ulang sampai menemukan gambaran
yang pas baik dari sisi fisik maupun dari sisi psikisnya.
5.3 Interpretasi
Interpretasi pada karakter adalah usaha seorang pemeran untuk
menilai karakter peran yang akan dimainkan. Hasil penilaian ini didapat
sesuai tingkat kemampuan, pengalaman dan hasil analisis karakter pada
lakon. Fungsi interpretasi adalah untuk menjadikan karakter peran
menjadi bagian dari diri pemeran. Jadi, pemeran bisa memahami sebuah
peranan dan bersimpati dengan tokoh yang hendak digambarkan.
Kemudian pemeran berusaha menempatkan dirinya dalam diri karakter
tokoh peran. Akhirnya laku pemeran menjadi laku karakter peran.
Setelah menganalisis karakter dan mendapatkan informasi
lengkap, maka pemeran perlu melakukan tafsir atau interpretasi.
Interpretasi ini berdasarkan data hasil analisa karakter, observasi, dan
pangalaman pemeran untuk memberi sentuhan dan atau penyesuaian
terhadap peran yang akan dimainkan. Proses ini bisa disebut sebagai
proses asimilasi (perpaduan) antara gambaran peran yang diciptakan
oleh pemeran dan gambaran peran yang diinginkan oleh penulis lakon.
Seorang pemeran sebetulnya boleh tidak melakukan interpretasi
terhadap karakter, artinya, ia hanya sekedar melakukan apa yang
dikehendaki oleh karakter apa adanya sesuai dengan hasil analisis. Akan
tetapi, sangat mungkin seorang pemeran memiliki gagasan tertentu yang
akan ditampilkan dalam pementasan setelah menganalisa sebuah
karakter.
Hasil dari interpretasi terhadap karakter ini juga harus dipadukan
dengan interpretasi sutradara, karena sutradara adalah perangkai atau
yang merajut semua unsur pementasan. Proses interpretasi biasanya
menyangkut unsur gambaran fisik dan kejiwaan.
􀁸 Gambaran Fisik. Interpretasi terhadap gambaran fisik sangat
perlu, karena merupakan sesuatu yang pertama dilihat oleh
penonton. Fisik peran sangat dipengaruhi oleh sosio budaya
dan letak geografis. Penulis lakon ketika menciptakan karakter
terkadang mendapatkan bahan dari sekelilingnya. Penulis
lakon terkadang memberi gambaran fisik peran secara samar
dan tidak mendetail. Tugas seorang pemeran adalah
mengadaptasi fisik peran tersebut menjadi menjadi fisik
pemeran sehingga bisa dimainkan. Misalnya, hasil analisis
karakter raja Lear adalah seorang raja Britania yang sudah tua
(berusia 80 tahun), berjenggot putih dan berambut putih,
kurus, dan mata sudah pudar. Kalau hendak memainkan
256
karakter tersebut berarti ada proses interpretasi, yaitu sosok
fisik orang Inggris menjadi sosok orang Indonesia, tingkat
kekurusan tubuh, warna kulit, tingkat warna putih pada rambut
dan jenggotnya, meskipun ini bisa dibantu dengan make-up.
Tetapi struktur tulang dan keseluruhan bentuk fisik ini yang
agak susah, maka bisa dibuat raja Lear versi Indonesia.
􀁸 Kejiwaan. Kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi oleh strata
sosial, tingkat pendidikan, budaya, pengalaman hidup, dan
pengendalian emosi. Kejiwaan ini menpengaruhi semua aspek
tingkah laku bahkan cara berkomunikasi. Interpretasi kejiwaan
peran dilakukan karena berhubungan dengan manusia yang
hidup dan memiliki jiwa. Tugas seorang pemeran adalah
menjadikan jiwa peran menjadi jiwanya sendiri. Proses ini
perlu adanya penyesuaian-penyesuaian atau bila perlu jiwa
peran tersebut diinterpretasikan secara lain karena proses
adaptasi. Misalnya, kejiwaan Raja Lear diinterpretasikan
bukan sebagai orang yang pemarah atau tingkat kemarahan
itu, tetapi disesuaikan dengan kemarahan orang yang
berpengaruh pada budaya asal pemeran. Hal ini bisa dan
diperbolehkan asal sesuai dengan konsep garap yang dibuat
oleh sutradara dalam keseluruhan pementasan.
5.4 Ingatan Emosi
Emosi secara umum memiliki arti proses fisik dan psikis yang
kompleks yang bisa muncul secara tiba-tiba dan spontan atau diluar
kesadaran. Kemunculan emosi ini akan menimbulkan respon pada
kejiwaan, baik respon positif maupun respon negatif. Emosi
mempengaruhi ekspresi. Emosi sering dikaitkan dengan perasaan,
persepsi atau kepercayaan terhadap objek-objek baik itu kenyataan
maupun hasil imajinasi.
Ingatan emosi adalah salah satu perangkat pemeran untuk bisa
mengungkapkan atau melakukan hal-hal yang berada diluar dirinya
(Suyatna Anirun, 1989). Sumber dari ingatan emosi adalah kajian pada
ingatan diri sendiri, dan kajian sumber motivasi atau lingkungan motivasi
yang bisa diamati. Ingatan emosi berfungsi untuk mengisi emosi peran
yang dimainkan. Seorang pemeran harus mengingat-ingat segala emosi
yang terekam dalam sejarah hidupnya, baik itu merupakan pengalaman
pribadi maupun pengalaman orang lain yang direkam. Dengan ingatan
emosi akan mudah memanggil kembali jika perlukan ketika sedang
memainkan peran tertentu.
Menurut Konstantin Stanislavsky ingatan emosi adalah ingatan
yang membuat pemeran menghayati kembali perasaan yang pernah
dirasakan ketika melihat suatu objek yang sama ketika menimbulkan
perasaan tersebut. Ingatan ini hampir sama dengan ingatan visual yang
dapat menggambarkan kembali secara batiniah sesuatu yang sudah
dilupakan, baik tempat maupun orang. Ingatan emosi dapat mengem257
balikan perasaan yang pernah dirasakan. Mula-mula rasa itu mungkin
tidak bisa diingat, tapi tiba-tiba sebuah kesan, sebuah pikiran, sebuah
benda yang dikenal mengembalikannya dengan kekuatan penuh.
Kadang-kadang emosi itu sama kuatnya dengan dulu, kadang-kadang
agak kurang, kadang-kadang perasaan yang sama dalamnya kembali
tetapi dalam bentuk yang agak berbeda (Stanislavsky, 1980).
Ingatan emosi dipengaruhi oleh waktu, karena waktu adalah
penyaring yang bagus untuk perasaan dan kenangan. Waktu juga
mengubah ingatan-ingatan yang realistik menjadi kesan. Misalnya, kita
melihat kejadian yang sangat luar biasa, maka kita akan menyimpan
ingatan kejadian tersebut tetapi hanya ciri-ciri yang menonjol dan yang
meninggalkan kesan, bukan detail-detailnya. Dari kesan tersebut akan
dibentuk suatu ingatan tentang sensasi yang mendalam. Sensasi-sensasi
yang disimpan tersebut akan saling mengait dan saling mempengaruhi
dan dijadikan sintesis ingatan. Sintesis ingatan inilah yang bisa dipanggil
kembali untuk keperluan pemeranan, karena bersifat subtansial dan lebih
jelas dari kejadian yang sebenarnya.
Memainkan sebuah peran sebenarnya memainkan diri sendiri.
Pemeran bekerja dengan tubuh dan jiwanya. Kalau pemeran sudah
kehilangan dirinya maka tidak akan dapat menghayati peran yang
dimainkan. Permainan yang tidak dilandasi oleh jiwa pemeran akan
memunculkan permainan yang palsu dan berlebih-lebihan. Stanislavsky
memberi sebuah rambu-rambu ”bagaimanapun kau bermain, betapa
banyak peranan yang kau mainkan, jangan sekalil-kali kau biarkan dirimu
mengecualikan penggunaan perasaanmu sendiri. Melanggar peraturan
ini sama saja artinya membunuh tokoh yang kau gambarkan, karena
dengan berbuat demikian kau merenggutkan daripadanya jiwa yang
berdebar, yang hidup, yang manusiawi, padahal ini merupakan sumber
penghayatan dan penghidupan sebuah peran yang sejati”. Jadi, ada
anggapan yang salah selama ini bahwa untuk memerankan sebuah
peran, pemeran harus menghilangkan diri dan jiwanya untuk diganti
dengan diri dan jiwa peran.
Ingatan emosi dalam jiwa pemeran dapat dianalogikan dengan
sebuah almari atau loker tempat penyimpanan. Makin banyak atau makin
tajam ingatan emosi yang dimiliki maka semakin banyak bahan yang
dapat digunakan untuk berkreativitas. Jika ingatan emosi lemah atau
sedikit maka perasaan-perasaan yang dihasilkan tidak akan nyata dan
tidak berkarakter. Jika ingatan emosi tajam dan mudah untuk
diungkapkan, maka tidak akan kesulitan memindah-mindahkan ke
panggung dan memainkannya. Kalau simpanan ingatan emosi penuh,
maka untuk memainkan sebuah peran tidak membutuhkan teknik yang
macam-macam karena alam bawah sadar akan mewujudkannya. Emosi
adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi di sini dan
sekarang dari organisme manusia dan ditujukan ke arah duniannya di
luar. Emosi timbul secara otomatis dan terikat dengan aksi yang
dihasilkan dari konfrontasi manusia dengan dunianya. Pemeran tidak
258
menciptakan emosi karena emosi akan muncul dengan sendirinya
lantaran keterlibatannya dalam memainkan peran sesuai dengan naskah.
Latihan Ingatan emosi ini akan difokuskan pada latihan terhadap rasa
takut, marah, bahagia, sedih, malu, dan keinginan-keinginan serta
latihan achtungspiele (menceritakan nukilan-nukilan peristiwa atau
kegiatan yang telah lampau).
5.4.1 Latihan-Latihan Ingatan Emosi
a. Latihan Dengan Rasa
􀁸 Duduk atau berdiri dengan santai, kemudian ingat emosi
kesedihan yang mendalam yang pernah dialami. Latihan
ini tidak menggambarkan kesedihan, tetapi mengingatingat
kesedihan yang pernah dialami.
􀁸 Lakukan latihan ini dengan beragam emosi yang ada,
misalnya marah, gembira, malu, takut, bahagian dan lainlain.
b. Latihan Dengan Achtungspiele
􀁸 Peserta duduk melingkar kemudian salah seorang duduk
di tengah untuk mempresentasikan atau menceritakan
kejadian yang dialami satu hari sebelumnya. Ceritakan
semua kegiatan sampai detil. Semakin detil cerita tersebut
semakin baik.
􀁸 Lakukan latihan ini secara bergantian kemudian tingkatkan
waktu yangharus diingat, misalnya dua hari sebelumnya,
tiga hari sebelum. Semakin detail dan runtut cerita tersebut
semakin baik. Latihan lebih baik kalau ditambah dengan
ekspresi dan penghayatan yang dirasakan.
c. Latihan Dengan Game
􀁸 Sesuatu Yang Anda Tidak Disukai
Dalam posisi duduk yang nyaman, bayangkan sesuatu
yang tidak disukai. Mungkin sesuatu itu ada di atas kepala,
di atas pundak, punggung atau dia menekan ke bawah.
Dapatkan bayangan yang jelas terhadap sesuatu (yang
tidak disukai tersebut). Di mana sesuatu itu dirasakan?
Adakan kontak dengannya, cobalah untuk melenyapkan.
Biarkan gerakan yang terjadi.
Catatan. Bayangan semacam ini biasanya akan
merangsang munculnya ingatan terhadap sebuah
pengalaman yang bisa membangkitkan emosi pribadi yang
kuat kepada seorang pemeran. Walaupun reaksi emosi
pribadi bukan tujuan utama seorang pemeran, tetapi hal
ini akan membantu anda untuk menemukan kesadaran
batin yang mendalam berkaitan dengan perasaan.
259
􀁸 Lintasan Emosi
Buat dua kelompok dan masing-masing kelompok saling
berseberangan. Pembimbing menentukan emosi, misalnya
sedih maka kelompok A mengungkapkan emosi sedih dan
melintas menuju tempat kelompok B, sedangkan kelompok
B melintas menuju tempat kelompok A dengan emosi
sebaliknya. Lakukan latihan dengan emosi-emosi yang
lain.
Lakukan latihan ini dengan penghayatan dan ekspresif
serta jangan terburu-buru.
􀁸 Tergesa-Gesa Dan Berhenti
Duduk atau berdiri, bayangkan anda merasakan perasaan
tergesa-gesa untuk menyelamatkan diri. Ekspresikan
perasaan tersebut dan jangan ditahan. Ekspresikan
perasaan ketakutan tersebut dan keinginan untuk
menyelamatkan diri tersebut. Biarkan tangan dan kaki
bergerak, kadang tergesa-gesa kemudian berhenti, atau
bergerak dengan hati-hati.
5.5 Irama
Irama dapat dirumuskan sebagai perubahan-perubahan yang
teratur dan dapat diukur dari segala macam unsur yang terkandung
dalam sebuah hasil seni, dengan syarat bahwa semua perubahan secara
berturut-turut merangsang perhatian penonton dan menuju ke tujuan
akhir si seniman (Harymawan, 1993). Irama yang di maksud disini adalah
irama permainan dalam teater. Pemeran dalam sebuah pertunjukan
harus menciptakan irama tersebut, karena pemeran adalah unsur utama
dalam teater. Irama dasar dari permainan pemeranan adalah
perkembangan watak dan cerita itu sendiri. Dengan adanya irama maka
pertunjukan tersebut tidak menjadi monoton, dan dapat memikat
perhatian penonton.
Latihan ini bertujuan untuk memberi variasi peran, variasi adegan
dan lain-lain agar tidak membosankan. Latihan irama bagi seorang
pemeran dapat dilakukan dengan melatih panjang atau pendek, keras
atau lemah, tinggi rendahnya dialog serta variasi gerak sehubungan
dengan timing, penonjolan bagian, pemberian isi, progresi dan pemberian
variasi pentas.
Pelatihan irama banyak ragamnya, yaitu irama suara, irama gerak
tubuh dan irama dari lakon. Irama dalam suara dapat ditempuh dengan
latihan pernafasan, latihan intonasi, artikulasi dan emosi pada dialog.
Tanpa persedian udara yang cukup dan penggunaannya yang efisien,
irama ucapan seorang aktor akan terbatas, susah menahan panjangnya
260
ucapan, dan tidak dapat mengatur nada ekspresi yang dituntut peran
yang dimainkan. Ketegangan yang ada pada pita suara dan penggunaan
yang tidak efisien ruang pengatur resonansi akan membuang persediaan
napas yang ada dengan sia-sia. Ketengangan di area tenggorokan juga
akan sangat mempengaruhi pita suara dan menghalangi proses
pernafasan.
Latihan irama atau ritme bukan hanya sekedar latihan tempo
(cepat atau lambat) atau beat dialog, tetapi juga variasi dari tempo atau
beat sehingga memberi penekanan kata. Beat adalah kesatuan terkecil
dari arti kalimat dalam dialog. Dalam latihan ini, penekanan kata
dilakukan dengan cara membuat kontras ucapan. Variasi penekanan
akan memberikan fokus dan penekanan pada kata-kata tertentu,
gambaran-gambaran tertentu, atau pada elemen-elemen dialog tertentu
sehingga arti yang dimaksud dapat sampai.
Latihan irama dalam gerak tubuh sangat dipengaruhi oleh irama
batin seorang pemeran. Semakin emosional seorang pemeran semakin
tidak terkontrol gerakan-gerakan tubuhnya. Untuk melatih irama batin
seorang pemeran bisa ditempuh dengan yoga atau relaksasi. Kemudian
sering mendengarkan irama-irama musik yang berlainan, bisa musik
klasik, musik jass dan musik-musik yang lain. Dengan membiasakan
didiri mendengarkan irama-irama tersebut, maka batin juga akan
berirama dan ini mempengaruhi irama gerakan-gerakan tubuh.
Fungsi latihan ini adalah dapat membimbing calon pemeran untuk
membentuk karakter peran. Penulis naskah biasanya memberikan ritme
atau irama itu terkandung dalam dialog, sehingga cocok dengan
kepribadian dan emosi peran. Emosi biasanya membuat perubahan pada
ketegangan otot dan ini mempunyai efek langsung pada cara pemeran
bicara. Dengan demikian ritme atau irama berhubungan langsung dengan
keadaan emosional dan organ sumber suara pemeran. Ketika seorang
pemeran mengerti ritme atau irama dan mengucapkan dialog yang ditulis
oleh penulis naskah, maka pemeran dapat merasakan dan
mengekspresikan kata-kata tersebut.
5.6 Pendekatan Karakter Peran
Ketika seorang pemeran mendapatkan peran yang akan
dimainkan, maka tugas pemeran adalah menciptakan dan memainan
peran tersebut. Bahan penciptaan peran adalah seluruh diri pemeran dan
pendekatan memainkan peran tersebut sesuai dengan pendekatan yang
di ajukan oleh Rendra yaitu pendekatan secara imajinatif dan pendekatan
secara terperinci. Pendekatan imajinatif adalah pendekatan yang spontan
dan otomatis. Seakan-akan dengan sekali membaca, pemeran sudah
bisa menangkap peran yang akan dimainkan. Pendekatan ini bisa terjadi
kalau perasaan pemeran peka, kecerdasanya tinggi dan intuisinya
terhadap peran sangat tajam (Rendra; 1985).
261
Pendekatan secara terperinci adalah pendekatan yang dilakukan
dengan mengumpulkan keterangan-keterangan mengenai peran, lalu
meneliti dan menguraikan keterangan-keterangan kemudian menyimpulkannya.
Pendekatan ini adalah pendekatan yang sangat dasar yang
dilakukan oleh seorang pemeran. Pendekatan dan cara kerja ini oleh
Rendra disebut dengan jembatan keledai. Urutan kerjanya adalah
sebagai berikut.
5.6.1 Mengumpulkan Tindakan Pokok Peran
Langkah ini bertujuan untuk mengetahui tindakan apa saja yang
dilakukan oleh peran terhadap perkembangan perannya sendiri maupun
perkembangan lakon tersebut. Kalau dalam teater daerah tindakan pokok
peran ini ditentukan oleh sutradara. Misalnya, peran adipati, tindakan
pertama adalah memimpin pertemuan agung, kemudian dia mendapat
laporan tentang kerusuhan yang terjadi di wilayah kedipaten tersebut.
Tindakan kedua adalah memimpin memberantas kerusuhan tersebut dan
mendaptkan rintangan-rintangan. Tindakan ketiga adalah mengatasi
rintangan tersebut dengan berbagai cara. Tindakan keempat adalah
menerima kenyataan tindakan tersebut baik berupa kekalahanmaupun
kemenangan.
Sedangkan pada teater yang berdasarkan pada naskah lakon
maka tindakan pokok peran ini dasar analisisnaskah tersebut. Misalnya:
peran Raja Lear, tindakan pertama adalah membagi kerajaannya dan
mengharapkan pujian dari anak-anaknya. Tindakan kedua adalah
menghadapi kenyataan bahwa anak-anaknya tidak sesuai dengan
harapannya. Tindakan ketiga adalah bagaimana Raja Lear keluar dari
kerajaannya dan hidup menderita. Tindakan keempat adalah bagaimana
dia menjadi gila dan ingin balas dendam terhadap putri-putri yang
mengusirnya.
Tindakan kelima adalah bagaimana Raja Lear menghadapi
kenyataan bahwa akan bertemu dengan putri tercintanya tetapi kemudian
mati dipelukannya. Tindakan pokok peran ini akan mengarahkan
pemeran tentang bagaimana cara memainkan peran tersebut sesuai
dengan perkembangan peran dalam lakon.
5.6.2 Mengumpulkan Sifat dan Watak Peran
Langkah ini bisa ditempuh dengan menganalisis sifat dan watak
peran dalam naskah lakon. Setelah mendapatkan semua bahan
kemudian dihubungkan dengan tindakan-tindakan pokok yang harus
dikerjakan, kemudian ditinjau mana yang memungkinkan ditonjolkan
sebagai alasan untuk tindakan-tindakan peran. Misalnya, peran Raja
Lear, mempunyai sifat yang suka dipuji, tidak suka dibantah, berwibawa,
pemarah, keras kepala, pandai, suka mengutuk, sudah pikun,
pendendam, dan galak.
Sifat-sifat ini kemudian dihubungkan dengan tindakan-tindakan
pokoknya. Ketika raja Lear membagi kerajaannya berdasarkan dari pujian
262
dari putri-putrinya, dan salah satu putrinya tidak memuji, maka Raja Lear
murka dan memutuskan hubungan keluarga. Paduan antara sifat peran
dan tindakan pokok inilah yang harus dimainkan oleh pemeran dan
seolah-olah itu adalah sifat dan tindakan pemeran.
5.6.3 Mencari Penonjolan Karakter
Mencari bagian-bagian dalam naskah yang memungkinkan untuk
ditonjolkan dari peran tersebut. Langkah ini dilakukan untuk memberi
gambaran sifat peran yang akan dimainkan. Misalnya, peran Raja Lear
adalah gambaran dari orang yang suka dipuji, maka seorang pemeran
harus menonjolkan sifat itu ketika ada kesempatan dalam suatu adegan.
Penonjolan ini bisa digambarkan dengan pose tubuh, tingkah laku, cara
bebicara, dan ekspresi muka.
5.6.4 Mencari Makna Dialog
Mencari makna dari dialog-dialog peran. Dialog-dialog peran
terkadang menggunakan bahasa sastra atau kiasan yang mempunyai
makna tersirat. Tugas seorang pemeran adalah mencari makna yang
tersirat tersebut sehingga dimengerti. Kalau memahami makna kata
tersebut, maka dapat mengekspresikan baik lewat bahasa verbal maupun
bahasa tubuh.
Misalnya, dialog Raja Lear di bawah ini.
Begitu? Nah, kejujuranmu hendaknya
Jadi maskawinmu ! Demi sinar suci surya’
Demi hikmah Hecate yang gelap, demi
Khasiat falak yang memangku hidup dan mati
Sekarang kulempar tiap kewajiban orang tua,
Tiap pertalian keluarga dan darah; mulai kini
Sampai selamanya kaulah asing bagiku dan bagi
Hatiku. Orang Scyth yang biadab,
Orang yang melulur anaknya sendiri
Agar puas laparnya, dia sama dekatnya
Ke hatiku untuk belas dan bantuanku, dengan kau, bekas anakku.
(dikutip dari Raja Lear karya William Shakespeare, terjemahan Trisno
Sumardjo)
Kutipan dialog di atas menunjukkan karakter Raja Lear yang
keras, penuh nafsu, mudah naik darah, dan tidak bijaksana. Anak yang
disayanginya menjadi tidak diakui lagi bahkan sangat asing baginya.
Sampai Raja Lear mengibaratkan bagai orang Scyth yang tega
memakan anaknya sendiri sebagai pemuas rasa laparnya.
263
5.6.5 Menciptakan Gerak Ekspresi
Menciptakan gerakan-gerakan dan ekspresi peran. Langkah ini
bisa dilakukan ketika pemeran benar-benar merasakan gejolak batin atau
emosi ketika mengucapkan dialog. Kalau pemeran tidak merasakan itu,
maka gerak dan ekspresi yang timbul bersifat klise atau dibuat-buat.
Misalnya, dialog Raja Lear di bawah ini.
Begitu? Nah, kejujuranmu hendaknya
Jadi maskawinmu ! Demi sinar suci surya’
Demi hikmah Hecate yang gelap, demi
Khasiat falak yang memangku hidup dan mati
Sekarang kulempar tiap kewajiban orang tua,
Tiap pertalian keluarga dan darah; mulai kini
Sampai selamanya kaulah asing bagiku dan bagi
Hatiku. Orang Scyth yang biadab,
Orang yang melulur anaknya sendiri
Agar puas laparnya, dia sama dekatnya
Ke hatiku untuk belas dan bantuanku, dengan kau, bekas anakku.
(dikutip dari Raja Lear karya William Shakespeare, terjemahan Trisno
Sumardjo)
Ketika mengucapkan, “Begitu? Nah, kejujuranmu hendaknya jadi mas
kawinmu” posisi masih duduk, tetapi ditambah menoleh kearah Cordelia.
Kemudian mulai berdiri dan menghadap ke depan agak menengadahkan
kepala ketika mengucapkan, “Demi sinar suci surya” dan seterusnya.
Terus melihat Cordelia ketika mengucapkan, “mulai kini sampai
selamanya kaulah asing bagiku dan hatiku”. Gerak-gerakan dan ekspresi
yang diciptakan harus mendukung dialog-dialog yang diucapkan. Kalau
gerak dan ekspresi itu tidak mendukung maka dialog yang diucapkan dan
gerakan yang diciptakan tidak akan berkualitas. Jadi gerakan dan
ekspresi yang diciptakan harus mendukung apa yang diucapkan, begitu
juga sebaliknya ucapan yang dilontarkan harus mendukung gerak dan
ekspresi.
5.6.6 Menemukan Timing
Menemukan timing yang tepat, baik timing gerakan maupun
timing dialog. Langkah selanjutnya adalah mulai menganalisis dialog
peran dengan cara membagi dialog tersebut menjadi bagian-bagian kecil
yang disebut dengan beat. Beat adalah satuan terkecil dari dialog yang
mengandung satu permasalahan. Fungsi dari langkah ini adalah untuk
mengetahui makna yang sebenarnya dari dialog tersebut. Kalau sudah
diketahui, maka bisa diucapkan dengan timing yang tepat serta
dipertegas dengan gerakan.
264
Misalnya, dialog antara Regan dan Oswald pada lakon Raja Lear karya
William Shakespeare.
REGAN : Tentara Iparku sudah di medan?
OSWALD : Sudah, Nyonya.
REGAN : Dia sendiri memimpin?
OSWALD : Ya, Terpaksa, tapi Kakak nyonya lebih berjiwa
prajurit.
REGAN : Edmun tak berjumpa tuanmu di rumahnya?
OSWALD : Memang tidak.
(dikutip dari Raja Lear karya William Shakespeare, terjemahan Trisno
Sumardjo)
Dialog nomer 1 sampai dengan nomer 4 adalah satu beat karena
mengandung satu permasalahan pembicaraan, sedang dialog di
bawahnya sudah beda permasalahan. Kalau pemeran mengetahui beat
ini maka dia bisa merancang kapan dialog tersebut diberi tekanan untuk
mempertegas makna dan kapan bergerak. Jadi ucapan-ucapan yang
disampaikan mengandung makna dan gerakan-gerakan dan ekspresi
yang diciptakan bisa mendukung makna dari ucapan.
5.6.7 Mempertimbangkan Teknik Pengucapan
Langkah ini dilakukan untuk memberikan tekanan dan penonjolan
watak peran. Setelah dialog dalam beat dibagi-bagi, maka tinggal
mempertimbangkan bagaimana cara mengucapkan dialog tersebut.
Apakah mau diberi tekanan pada salah satu kata, diucapkan dengan
dibarengi gerak, diucapkan dulu baru bergerak, atau bergerak dulu baru
diucapkan. Harus diingat bahwa pemberian tekanan pada dialog atau
gerak-gerak yang diciptakan harus mempunyai tujuan yaitu
penggambaran watak peran yang dimainkan.
5.6.8 Merancang Garis Permainan
Permainan teater dibangun berdasarkan hukum sebab akibat atau
aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi pemeran iakan menggerakkan plot.
Dengan demikian lakon akan berjalan sesuai dengan rancangan yang
dibuat oleh penulis lakon dan sutradara. Pemeran juga berkewajiban
membuat rancangan garis permainan di atas pentas sehingga setiap
peran mengalami perkembangan menuju titik klimaks. Garis permainan
hampir sama dengan tangga dramatik lakon. Tindakan-tindakan peran
yang kuat dihubungkan dengan gambaran watak peran yang kuat pula.
265
Misalnya, rancangan garis permainan dari peran Raja Lear pada lakon
Raja Lear Karya William Shakespeare.
Pada awalnya Raja Lear sangat bijaksana dan tindakannya penuh
dengan perhitungan, kemudian mulai ada kenaikan emosi dan tindakan
yang menguat karena ada penentangan. Tingkat emosi dan tindakan
Raja Lear kembali datar tetapi dengan bergulirnya lakon garis permainan
mulai mengalami kenaikan dan terus naik sampai klimak pada saat
mengetahui bahwa anak yang paling disayang mati. Setelah sampai pada
klimaks maka tingkat emosional dan tindakan-tindakan Raja Lear
semakin menurun sampai akhirnya mengalami kematian.
5.6.9 Mengkompromikan Rancangan Peran
Rancangan peran yang telah ditentukan oleh pemeran
selanjutnya dikompromikan dengan sutradara. Tugas utama seorang
pemeran adalah merancangkan dan menciptakan peran yang akan
dimainkan. Perancangan peran yang diciptakan dari hasil analisis peran,
observasi, dan interpretasi harus dikompromikan dengan sutradara.
Sedetail apapun rancangan peran yang diciptakan tetapi tetap harus
kompromi dengan imajinasi dan rancangan sutradara sebagai perangkai
dari keseluruhan artistik di atas pentas. Misalnya, merancang peran Raja
Lear, secara fisik sesuai dengan penggambaran peran dalam naskah
lakon, secara psikologis sesuai dengan analisis, cara bergerak dan bicara
sesuai dengan imajinasi. Rancangan ini kemudian dipadukan dengan
rancangan peran Raja Lear yang dibuat oleh sutradara. Hasil dari
perpaduan ini memunculkan peran Raja Lear tetapi suaranya kurang
berat dari rancangan, atau gerakannya kurang perkasa meskipun sudah
tua dan lain-lain. Hasil perpaduan dengan sutradara inilah yang akan
dimainkan.
5.6.10 Menciptakan Bisnis Akting dan Blocking
Bisnis akting adalah gerakan-gerakan kecil yang diciptakan untuk
mendukung gambaran peran yang dimainkan. Bisnis akting ada yang
dipengaruhi emosi bawah sadar, tetapi ada juga yang diciptakan dengan
kesadaran. Gerakan bawah sadar dipengaruhi oleh keadaan emosi jiwa
pemeran. Terkadang sangat merugikan tetapi bisa juga sangat
menguntungkan kalau gerakkan tersebut sesuai dengan emosi peran.
Misalnya, gerakan memasukan tangan dalam saku, bersedekap,
menaruh kedua tangan di belakang tubuh. Bisnis akting harus disadari
dan diciptakan oleh pemeran agar gerakan ini bisa menjadi suatu ciri
khas dari peran tersebut. Misalnya, peran yang dimainkan mempunyai
kelainan pada mata, maka gerakan-gerakan yang mendukung pada
kelainan mata tersebut harus diciptakan.
Blocking adalah pengaturan posisi pemeran di atas panggung.
Dalam membuat blocking seorang pemeran harus sadar terhadap ruang
karena posenya akan dinikmati oleh penonton. Pemeran juga harus
mengetahui harga area panggung yang biasa dalam sembilan area atau
266
dua belas area permainan. Dalam pembuatan blocking ini seorang
pemeran harus berkoordinasi dengan sutradara, karena dia juga berhak
dan mempunyai tujuan tertentu atas penempatan posisi pemeran dalam
pementasan.
5.6.11 Menghidupkan Peran Dengan Imajinasi
Setelah tahapan kerja dalam memerankan karakter di atas, maka
tinggal memainkan karakter tersebut dalam sebuah latihan bersama.
Dalam memainkan karakter ini akan terasa kering dan tidak hidup ketika
tidak melibatkan imajinasi. Proses imajinasi bisa dilakukan dengan jalan
memusatkan pikiran dan perasaan kepada pikiran dan perasaan peran
yang dimainkan.
Setiap detail dari karakter peran yang akan dimainkan, diciptakan
melalui imajinasi. Gambaran tokoh mulai dari penampilan fisik harus
diciptakan dengan jelas. Semua gambaran imajinasi tentang tokoh benarbenar
dibangun dan senantiasa dimasukkan dalam pikiran, sehingga
seolah-olah tokoh tersebut dikenal dengan baik. Semakin sering imajinasi
ini dibangun dengan konsisten maka semakin yakin bahwa pemeran
adalah tokoh tersebut. Keyakinan ini akan membawa pengaruh besar
dalam penampilan di atas panggung.
Setelah gambaran fisik tokoh lekat dalam pikiran maka kemudian
gambaran kejiwaan tokoh tersebut harus diciptakan. Setiap detil watak
atau sikap yang mungkin akan diambil oleh tokoh dalam satu persoalan
benar-benar diangankan. Perubahan perasaan dan mental tokoh dalam
setiap persoalan yang dihadapi harus benar-benar dirasakan. Dengan
merasakan dan memikirkan jiwa peran, maka perasaan dan pikiran peran
tersebut menjadi satu dengan jiwa dan muncullah sebuah permainan
yang menyakinkan. Apabila penonton bisa dinyakinkan dengan
permainan, maka komunikasi yang terjadi antara penonton dan tontonan
menjadi lancar.
5.6.12 Mengasah Faktor Ilham dan Imajinatif
Langkah kerja dalam memerankan karakter yang telah disebutkan
di atas adalah langkah kerja secara teknis dan permainan yang teknis
adalah permainan yang tidak hidup. Untuk menghidupkan peran yang
dimainkan dibutuhkan faktor ilham dan imajinasi. Kedua faktor ini
berhubungan dengan bakat. Apabila kurang berbakat maka pemeran
hanya sampai pada jembatan keledai tersebut. Faktor bakat ini hanya
bisa di atasi dengan kerja keras. Dengan kerja keras dan latihan
berulang-ulang akan memunculkan suatu insting. Insting inilah yang
dibutuhkan untuk menggantikan bakat.
267
5.7 Melaksanakan Pemeranan
Tahap terakhir yang harus dilalui seorang aktor adalah
memainkan peran. Setelah melakasanakan latihan dasar, latihan teknik,
dan memahami karakter peran yang dimaksud, seorang aktor kemudian
mengaktualisasikan dirinya ke dalam peran yang dia mainkan. Tingkatan
tertinggi seorang aktor dalam bermain peran adalah ketika sifat dan
karakter pribadinya tidak bercampur atau mempengaruhi karakter peran
yang dimainkan. Meskipun hal ini sangat sulit untuk dilakukan, akan
tetapi seorang aktor harus memompa dirinya untuk mencapai tujuan
tersebut. Pelaksanaan pemeranan karakter dalam teater selaian
dipengaruhi oleh karakter itu sendiri juga dipengaruhi oleh bentuk teater
yang dimainkan. Eksplorasi dan aktualisasi diri yang dilakukan seorang
aktor akan berbeda ketika ia memainkan pantomim dan monolog. Di
bawah ini akan disampaikan wujud pelaksanaan pemeranan mulai dari
pantomim, monolog, mendongeng, fragmen, drama pendek hingga
drama panjang.
5.7.1 Pantomim
Pantomim pada awalnya berfungsi untuk mengisi waktu luang atau
waktu jeda pada waktu pementasan teater yang memakan waktu yang
panjang. Nama pantomim ini diberikan oleh orang-orang Yunani dan
Romawi untuk menyebutkan pertunjukan yang berisi tarian dan gerakgerak
tubuh yang lucu untuk menimbulkan gelak tawa penonton. Tetapi
pada perkembangan selanjutnya, pantomim menjadi suatu seni
tersendiri. Jadi, pantomim adalah seni menyatakan bermacam-macam
gagasan dengan menggunakan bahasa gerak tubuh tanpa media katakata
atau bahasa verbal. Para pemain pantomim mengekspresikan diri
melalui isyarat gerak tubuh dan wajah yang ekspresif. Bagi seorang
pemeran, pantomim mempunyai tujuan untuk mengembangkan gerak
badaniah yang luwes dan ekspresif.
Selain latihan dasar olah tubuh, latihan dasar pantomim secara
khusus harus dilakukan oleh calon pemeran. Latihan khusus ini mengacu
pada ekspresi wajah, badan, dan gerak-gerak imajiner. Dalam latihan
ekspresi wajah, pemeran dapat mengeksplorasi kemungkinankemungkinan
yang dapat dilakukan oleh wajahnya. Melakukan berbagai
macam ekspresi dengan mata, bibir, mulut, kerut dahi, gigi, alis dan
seluruh bagian wajah yang bisa digerakkan.
Setiap sendi pun harus dilatih. Seluruh anggota badan dieksplorasi
sehingga gerak dan ekspresi melalui tubuh dapat dilakukan. Dengan
menggunakan bahasa gerak, maka pantomim memiliki kemungkinan
ungkap yang lebih menarik. Setiap gerak dan ekspresi manusia dapat
ditirukan dan dijadikan stimulasi gagasan kreatif. Karena sifatnya yang
imajinatif, maka seluruh aktifitas yang dilakukan harus mampu ditangkap
maksudnya oleh penonton. Oleh karena itu latihan dengan benda
imajiner dapat dilakukan, seperti di bawah ini:
268
􀁸 Latihan dimulai dengan benda-benda nyata, misalnya
memegang sesuatu. Lakukan latihan memegang benda-benda
tersebut sampai menemukan dan hafal dari bentuk benda
tersebut. Mulailah dengan benda bulat terlebih dahulu. Hal ini
akan memudahkan karena persendian juga memiliki bentuk
bulat sehingga gerak melingkar lebih mudah dilakukan.
􀁸 Latihan gerakan menentukan ukuran benda, misalnya ukuran
bola kecil, sedang, dan besar. Lakukanlah secara bertahap
dengan benda yang lainnya. Semua masih dilakukan dengan
benda yang nyata.
􀁸 Latihan kemudian dilanjutkan tanpa ada benda (benda imajiner).
Ingat kembali benda nyata yang pernah dipakai untuk latihan,
mulai dari bentuk dan ukurannya.
􀁸 Latihan dengan benda imajeiner dan mempertimbangkan gaya
gravitasi, misalnya berat benda tersebut. Mulailah dengan
benda yang ringan.
Menirukan dan memperbesar atau memperkecil gerak manusia,
binatang atau benda di sekeliling juga sangat penting:
􀁸 Tirukan gerakan-gerakan yang ada disekitar kita, misalnya
gerakkan teman, orang-orang, kendaraan, hewan yang ada
disekitar kita. Tirukan gerakan itu semirip mungkin.
􀁸 Perbesarlah gerak yang dilakukan, misalnya gerak orang
mendorong sesuatu. Lakukanlah gerak tersebut seolah-olah
mendorong sesuatu yang berat sekali. Kombinasikan dengan
ekspresi wajah yang juga dilebih-lebihkan.
􀁸 Dalam satu kesempatan ubahlah benda berat tersebut menjadi
sangat ringan.
􀁸 Latihan memperbesar dan memperkecil gerakan harus
dilakukan berulang-ulang. Karena hanya menggunakan bahasa
gerak dan ekspresi wajah maka kontras gerak dan ekspresi
akan sangat menarik
Untuk mengetahui berhasil tidaknya latihan-latihan yang dilakukan
perlu kiranya merancang sebuah cerita sederhana tentang aktivitas
manusia. Lakukan cerita tersebut dengan pantomim di hadapan
penonton. Jika maksud dari aktivitas yang dilakukan dapat dipahami oleh
penononton, maka bisa dikatakan bahwa percobaan itu berhasil. Tetapi
keberhasilan itu bukan sepenuhnya karena dalam pantomim pun juga
mengenal penghayatan. Artinya gerak, ekspresi dan segala aktivitas yang
dilakukan tidak hanya sekedar dipahami oleh penonton tetapi juga
mampu membawa penonton larut. Untuk itu, percobaan atau show case
perlu dilakukan berulang-ulang.

5.7.2 Monolog
Monolog adalah percakapan aktor seorang diri. Pada mulanya,
monolog merupakan salah satu bentuk latihan bagi seorang aktor. Dalam
sebuah naskah drama biasanya terdapat pembicaraan panjang seorang
tokoh di hadapan tokoh lain, dan hanya ia sendiri yang berbicara.
Cakapan tokoh inilah yang disebut monolog dan karena panjangnya
cakapan, maka emosi perasaan dan karakter tokoh itu pun berubah-ubah
sesuai dengan pokok pembicaraan. Perubahan emosi dan karakter inilah
yang coba dilatihkan oleh aktor. Dinamika perbahan tersebut sangat
menarik dan menantang untuk dimainkan.
Daya tarik permainan aktor dalam latihan monolog melahirkan
permainan monolog secara mandiri. Pengarang menciptakan cerita
monolog yang lepas dan bukan lagi merupakan bagian dari sebuah
lakon. Permainan aktor seorang diri ini akhirnya berkembang menjadi
satu bentuk pertunjukan teater. Kreasi monolog terus berkembang hingga
munculnya soliloquy dan monoplay. Jika dalam monolog, aktor berpurapura
atau sedang berada di hadapan tokoh atau orang lain, maka dalam
soliloquy tokoh tampil sendirian di atas panggung sehingga ia bisa
dengan bebas mengungkapkan isi hatinya, rahasia-rahasia hidupnya,
harapan-harapannya, dan bahkan rencana jahatnya. Sementara itu
dalam monoplay, aktor harus bermain drama seorang diri. Kadang ia jadi
tokoh tertentu tapi pada satu saat ia menjadi tokoh yang lain.
Dengan bermain seorang diri, aktor dituntut untuk bermain secara
prima. Eksplorasi yang dilakukan tidak hanya tertuju pada satu karakter
atau satu ekspresi tetapi semua karakter dan ekspresi yang ada dalam
cerita harus ditampilkan secara proporsional. Perpindahan dan
perbedaan antara karakter satu dan lainnya harus jelas. Oleh karena itu,
aktor betul-betul harus mempersiapkan diri dan mengerahkah segala
kemampuannya untuk bermain monolog.
5.7.3 Mendongeng
Mendongeng (story telling) adalah salah satu bentuk aplikasi dari
melaksanakan pemeranan. Kegiatan mendongeng ini bisa disejajarkan
dengan monoplay, yaitu bermain teater seorang diri. Perbedaannya,
mendongeng tidak dilakukan secara teatrikal. Mendongeng dapat
dilakukan tanpa media apapun. Hanya aktor dan cerita. Karena tidak ada
media maka kekuatannya adalah pada imajinasi. Jika aktor mampu
menghadirkan kenyataan imajiner secara meyakinkan maka penonton
akan senang dan puas. Narasi yang disampaikan harus benar-benar
nampak nyata bagi pikiran penonton. Oleh karena itu permainan irama,
intonasi, dan kecakapan memberikan tekanan emosi pada suara perlu
diperhatikan. Perbedaan karakter suara tokoh-tokoh dalam dongengpun
harus benar-benar nyata.
Untuk menambah menarik penampilan, pendongeng terkadang
juga menggunakan media apakah itu boneka, gambar, atau yang lainnya.
Dalam hal ini selain mengolah suaranya, pendongeng harus trampil
menggunakan media yang ada. Jika ia menggunakan boneka maka
boneka tersebut harus benar-benar nampak hidup, bertingkah laku dan
berbicara sesuai karakternya. Media dapat menguatkan cerita yang
dimaksud. Dapat menjelaskan gambaran karakter atau peristiwa yang
dikehendaki. Akan tetapi, jika tidak digunakan dengan baik media justru
akan membawa kesulitan tersendiri bagi pendongeng. Jadi, gunakan
media sebaik mungkin.
5.7.4 Memainkan Fragmen
Secara harfiah fragmen berarti bagian dari cerita yang
memperlihatkan satu kesatuan. Meskipun merupakan bagian dari sebuah
cerita, fragmen tetap memiliki pesan tertentu yang hendak disampaikan
serta mempunyai jalinan cerita yang utuh dan selesai. Artinya, fragmen
dapat dijadikan sebuah pementasan tersendiri tanpa harus menunggu
kelanjutan cerita berikutnya. Dengan pengertian bahwa fragmen dapat
berdiri sendiri maka naskah-naskah fragmen sengaja diciptakan tanpa
harus mengambil atau mencupliknya dari bagian sebuah cerita.
Biasanya, naskah fragmen diciptakan untuk tujuan tertentu,
seperti studi kasus dari sebuah pelajaran atau untuk kepentingan latihan
peran. Sebagai studi kasus, misalnya dalam pelajaran psikologi, maka
fragmen diciptakan secara khusus untuk menjelaskan atau
merekonstruksi satu kondisi tertentu yang sesuai dengan pokok
permasalahan yang dihadapi. Dalam latihan peran, fragmen diciptakan
untuk melatihkan teknik pemeranan tertentu kepada para pemeran.
Fragmen berdasar ceritanya hanya memiliki konflik tunggal dan
perwatakan tokoh yang sederhana. Plot atau alurnya tidak bercabang
serta durasi yang diperlukan tidaklah lama. Akan tetapi dalam kaitannya
dengan latihan peran maka karakter pemain atau watak peran
mendapatkan perhatian lebih.
Dengan demikian, fungsi fragmen dalam latihan peran lebih
ditekankan sebagai studi (satu jenis) karakter. Pemahaman pemeran
terhadap karakter tokoh yang diperankan serta teknik-teknik dasar yang
mendukung pemeranan karakter dapat dilatihkan. Karena konflik yang
tunggal serta sifat karakter yang datar (flat character) maka pemeran
dapat mencobakan kemampuannya bermain dalam satu karakter
tertentu. Segala macam bentuk ekspresi dari satu karakter dalam satu
jalan cerita dapat dicobakan. Misalnya; karakter penyabar, maka
pemeran dapat melakukan beragam ekspresi yang berkaitan dengan
kesabaran selama hal itu tidak lepas dari alur cerita dan pesan yang
hendak disampaikan. Untuk itu, naskah yang akan diekspresikan sebisa
mungkin dipahami serta dihapalkan dengan baik terlebih dahulu.
5.7.5 Memainkan Drama Pendek
Drama pendek adalah drama yang memiliki konflik tunggal
dengan durasi yang tidak terlalu lama. Contoh drama pendek adalah
lakon Arwah-arwah karya W.B Yeats, Nyanyian Angsa, Penagih Hutang,
Kisah Cinta Hari Rabu karya Anton Chekov, dan Pagi Bening karya
Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero. Konflik yang disampaikan dalam
naskah-naskah tersebut terbilang sederhana dan alurnya juga satu arah.
Karakter yang ditampilkan juga tidak mengalami perubahan watak secara
tajam.
Dengan kondisi seperti ini, aktor lebih fokus pada satu watak dari
tokoh yang ia perankan. Jika terdapat perubahan watak dipastikan tidak
terlalu berbeda dengan watak dasar karakter tokoh. Meskipun demikian,
aktor juga harus memperhatikan lawan mainnya, karena dalam drama
pendek pertemuan antara karakter satu dengan yang lainnya bisa
berlangsung lama. Aksi dan reaksi antarkarakter inilah yang membuat
drama lebih hidup. Jika aktor yang satu berperan sangat baik tetapi yang
lain tidak maka permainan akan timpang dan makna pesan menjadi
kabur. Proses persinggungan antarkarakter menjadi sangat penting. Oleh
karena itu, tempo, dinamika, dan kontras harus bisa disajikan secara
proporisonal oleh aktor.
Waktu yang pendek bisa menjadi keuntungan di satu sisi tetapi
juga bisa merugikan di sisi lain. Jika drama berjalan dalam tempo yang
terlalu capat maka persoalan yang disajikan akan mudah dilupakan. Akan
tetapi jika drama berjalan dalam tempo yang terlalu lambat akan terasa
mendatar karena tidak adanya perubahan watak yang tajam dari para
tokoh peran. Aksi-reaksi yang wajar perlu diperhatikan. Reaksi yang baik
dapat dicapai jika aktor benar-benar memperhatikan dan menghormati
lawan mainnya. Aktor yang hanya memikirkan aksinya seorang diri tidak
dapat memberikan reaksi yang wajar. Reaksi yang tidak wajar akan
mempengaruhi aksi dan reaksi berikutnya. Drama pendek, merupakan
materi yang paling baik bagi aktor untuk mempelajari aksi dan reaksi
antarkarakter.
5.7.6 Memainkan Drama Panjang
Drama panjang atau full play seperti lakon-lakonnya Shakespeare
dan Ibsen membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Segala kemampuan
aktor yang telah dilatihkan bisa diterapkan. Karakter peran utama dan
peran pembantu utama dalam drama panjang biasanya memiliki
perubahan watak. Perubahan ini harus bisa ditampilkan dengan baik dan
wajar oleh aktor. Perubahan watak bisa saja terjadi secara graduatif
tetapi bisa juga kontras. Dalam perjalanan lakon, perubahan graduatif ini
272
terjadi sebelum konflik mencapai klimaks dan kontras akan terjadi pada
saat turning point dimna pihak tertindas mulai bangkit untuk melawan.
Aktor harus bisa memainkan perubahan ini dengan baik. Jika
tidak cermat, maka perubahan watak tokoh yang berlangsung pelanpelan
tidak nampak dan ketika terjadi perubahan tajam akan terlihat over.
Selain itu, tingkat aksi dan reaksi dalam drama panjang juga bertambah
baik jumlah maupun intensitasnya. Kemungkinan aktor utama untuk
bertemu dengan banyak karakter lebih besar sehingga setiap aksi dan
reaksi yang dilakukan terhadap karakter lain pun menjadi beragam.
Dalam Hamlet karya Shakespeare, aksi dan reaksi Hamlet ketika
berbicara dengan Ibunya akan sangat berbeda dengan ketika berbicara
dengan ayah angkatnya. Dalam hal ini, penonton akan diberitahu
kedekatan dan perasaan Hamlet terhadap ayah dan ibunya.
Jika seorang aktor tidak dapat berperan dengan baik ketika
menjadi Hamlet, maka perasaan-perasaan itu tidak akan terlihat. Semua
akan tampak sama. Dan pada saatnya Hamlet berpura-pura gila, kondisi
itu akan terlihat sangat kontras sehingga tampak over. Hal ini karena
perubahan graduatif tidak diperlihatkan setiap saat, sehingga perubahan
mendadak yang terjadi secara tiba-tiba akan membingungkan penonton.
Dalam kasus Hamlet, banyak perubahan watak graduatif yang bisa
ditampilkan. Saat ia sedih kehilangan ayahnya, saat ia muak melihat
ayah tirinya yang tidak lain adalah pamannya sendiri, saat a ditemui
arwah ayah kandungnya dan saat ia mengetahui rencana jahat ayah
angkatnya. Semua itu ditampillkan sebelum Hamlet berpura-pura gila.
Jika perubahan-perubahan kecil dari sikap Hamlet itu bisa disajikan
dengan apik maka pada saat ia berpura-pura gila akan terlihat pas dan
wajar. Dengan drama panjang, aktor harus mampu mengendalikan energi
dan emosinya. Setiap momen sangat berarti. Dinamika yang tersaji
dalam jalinan peristiwa harus mampu ia tampilkan melalui karakter peran
yang dimainkan.

0 komentar


. . .
 
© 2011 - | Buku PR, TUGAS, dan Catatan Sekolah | www.suwur.com | pagar | omaSae | AirSumber | Bengkel Omasae, | Tenda Suwur | Versi MOBILE