by John Suteki
Melihat pemandangan seorang petani naik sepeda ke sawah, imaginasiku seolah terbawa kembali ke zaman muda dahulu. Tinggal di suatu Desa Jono, Kecamatan Tanon yang berjarak kurang lebih 15 km dari Kota Sragen. Aku mengayuh sepeda onthel cepat-cepat menuju sekolah SMA yang berjarak 20 km dari desaku itu. Sekolah favorit itu adalah SMA Negeri 01 Sragen.

Ya, hanya jalan menurun yang bisa membawa kita. Pertanyaan saya adalah: Apakah kisah simbolik yang disampaikan oleh Presiden Jokowi itu juga pralambang bahwa rantai sepeda beliau benar-benar akan putus? Akibatnya, sepeda itu tidak bisa dinaiki lagi untuk mencapai tujuan kecuali jalan itu menurun yang akan membawanya kembali pulang. Aku berharap, sekalipun rantai itu putus Pak Jokowi tetap selamat dan bersahabat dengan Pak Prabowo. Semoga putusnya rantai tidak memutuskan hubungan silaturahmi di antara mereka.
My friendz, the life must go on. Dan seharusnya disadari bahwa tidak ada kepentingan yang abadi, yang abadi adalah persahabatan. Bukankah begitu seharusnya? Jabatan hanya sementara, dan yang mesti kita yakini adalah bahwa tidak ada pesta tanpa akhir sekaligus tidak pernah ada penderitaan yang abadi di kehidupan dunia fana ini. Putusnya rantai sepeda semoga menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak adigang, adigung dan adiguna ketika kita masih merasa mampu mengayuh sepeda menuju tujuan seolah kita tidak akan pernah turun.