Gebyar-Gebyar
Oleh : Gombloh
Indonesia Merah Darahku,
Putih Tulangku
Bersatu dalam Semangatmu
Indonesia, Debar Jantungku
Getar Nadiku
Berbaur dalam Angan-anganmu
Gebyar-gebyar Pelangi Jingga
Indonesia Nada Laguku,
Simpati kataku
Selaras dengan Simponimu
Gebyar-gebyar Pelangi Jingga
Biarpun Bumi Bergoyang,
Kau tetap Indonesiaku
Andaikan Matahari Terbit dari Barat
Kaupun Indonesiaku
Tak Sebilah Pedang yang Tajam
Dapat Palingkan Daku darimu
Kusisingkan Lengan
Rawe-Rawe Rantas
Malang-Malang Tuntas
Denganmu, wow
Semangat kebangsaan biasa disebut juga dengan nasionalisme. Nasionalisme berasal dari kata “nation” (bangsa). Bangsa adalah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki rasa persatuan yang timbul karena pengalaman sejarah yang sama serta memiliki cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan di dalam negara yang berbentuk negara nasional. Nasionalisme adalah suatu gejala psikologis berupa rasa persamaan dari se-kelompok manusia yang menimbulkan kesadaran sebagai suatu bangsa. Nasionalisme merupakan hasil dari pengaruh faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual, yang terjadi dalam lingkungan kebudayaan melalui proses sejarah (historis).
Semangat kebangsaan (nasionalisme) yang ada pada diri seseorang tidak datang dengan sendiri, tetapi ada unsur-unsur yang mempengaruhi keberadaannya. Unsur-unsur tersebut adalah :
1) Perasaan Nasional, yang sifatnya ke luar dan ke dalam
2) Watak Nasional.
3) Batas Nasional (yang memberikan pengaruh emosional & ekonomis pada diri individu).
4) Bahasa Nasional.
5) Agama.
6) Peralatan nasional. Bahasa merupakan unsur yang sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan semangat kebangsaan (Nasionalisme).
Tujuan Nasionalisme
Pada dasarnya nasionalisme atau semangat kebangsaan yang muncul di banyak negara memiliki tujuan untuk :
1) Menjamin kemauan dan kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuh-musuh dari luar negara, sehingga melahirkan semangat rela berkorban.
2) Menghilangkan ekstremisme (tuntutan yang berlebih-lebihan) dari warga negara (individu dan kelompok). Bertolak dari hal tersebut di atas, maka aspek pokok dari nasionalisme, khususnya yang terjadi negara Asia adalah :
- Politik : bertujuan untuk menumbangkan dominasi politik bangsa penjajah dan membangun negara merdeka.
- Ekonomi : bertujuan untuk menghapuskan penghisapan dari praktek imperialisme atas bangsanya dan membangun suatu sistem perekonomian nasional menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial.
- Kebudayaan : bertujuan untuk menghapus pengaruh-pengaruh yang merusak dari kebudayaan asing, kemudian membina kebudayaan nasional berdasar pada sintesa budaya asli dengan budaya asing yang konstruktif dan tidak bertentangan dengan budaya nasional.
Siapa yang pertama kali mengajarkan Nasionalisme
Istilah "nasionalisme" dalam arti modern pertama kali digunakan oleh Johann Gottfried Herder pada abad ke-18 untuk menyebut semangat kebangsaan atau rasa persatuan dan identitas suatu bangsa. Namun, dalam sejarah modern, banyak tokoh dan pemikir yang dianggap sebagai pelopor dan pengembang gagasan nasionalisme, di antaranya adalah Giuseppe Mazzini dari Italia, Otto von Bismarck dari Jerman, Sun Yat-sen dari Tiongkok, dan Jose Rizal dari Filipina. Namun, tidak ada satu tokoh atau negara tertentu yang bisa dianggap sebagai yang pertama kali mengajarkan nasionalisme, karena konsep ini berkembang secara kompleks dan berasal dari banyak sumber yang berbeda dalam sejarah manusia.
Siapa yang pertama mengajarkan nasionalisme di Indonesia
Pemikiran nasionalisme pertama kali diperkenalkan oleh para intelektual dan aktivis Indonesia pada akhir abad ke-19, setelah terjadinya berbagai peristiwa penting seperti penyusunan Undang-Undang Agraria (1870), pembentukan organisasi Budi Utomo (1908), dan berdirinya Sarekat Islam (1912).
Salah satu tokoh yang dianggap sebagai pelopor nasionalisme Indonesia adalah Dr. Wahidin Soedirohoesodo, seorang dokter dan politisi yang aktif pada awal abad ke-20. Ia dikenal sebagai pendiri organisasi Budi Utomo, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kesadaran politik bangsa Indonesia serta memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.
Selain itu, tokoh lain seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Ernest Douwes Dekker (dikenal sebagai Danudirja Setiabudi), Ki Hadjar Dewantara, dan Soetomo juga dianggap sebagai tokoh penting dalam perjuangan nasionalisme Indonesia. Mereka memperjuangkan hak-hak politik dan ekonomi bangsa Indonesia serta membangkitkan semangat kebangsaan dan persatuan dalam gerakan nasional.
Ada beberapa hadis yang mengajarkan tentang pentingnya niat dan tujuan dalam berjuang. Berikut adalah salah satu hadis terkait dengan kerugian orang yang mati demi bangsanya bukan demi Allah:
Dari Abu Musa Al-Asy'ari ra, Rasulullah saw bersabda, "Seorang laki-laki pernah berjuang karena ingin dinilai berani, sehingga mati syahid. Ketika Allah mengetahui bahwa ia melakukan itu karena ingin dipuji manusia, Allah berfirman, 'Engkau telah mendapatkan apa yang kau inginkan.'" (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan pentingnya niat dan tujuan yang ikhlas dalam berjuang. Jika seseorang berjuang demi Allah dan untuk memperjuangkan kebenaran, maka ia akan mendapatkan keberkahan dan pahala dari Allah. Namun jika seseorang berjuang hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia atau untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, maka ia tidak akan mendapatkan manfaat apapun di hadapan Allah. Sebaliknya, tindakan seperti itu hanya akan merugikan diri sendiri dan kelompok yang diwakilinya.
Asobiyah atau fanatisme kebangsaan, kelompok atau golongan sangat dilarang dalam Islam karena dapat memicu permusuhan dan kerusakan antar sesama manusia. Berikut adalah hadis yang mengajarkan tentang larangan asobiyah:
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mempunyai asobiyah sebesar biji sawi, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan membawa tanah di kepalanya." Kemudian seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah orang yang mencintai kaumnya termasuk asobiyah?" Nabi saw menjawab, "Bukanlah itu. Asobiyah itu adalah jika kamu membela kaummu dalam perbuatan dosa." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa fanatisme suku atau kebangsaan atau golongan tidak memiliki tempat dalam Islam. Orang yang terpengaruh oleh asobiyah dapat melakukan tindakan yang tidak benar seperti membela kelompoknya dalam melakukan dosa atau ketidakadilan, bahkan jika hal tersebut merugikan orang lain. Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, kita harus menghindari asobiyah dan menjunjung tinggi persaudaraan, persatuan, dan keadilan.