[iklan]

Pengertian Tentang Skala Nada



Skala Nada
 Dalam dunia pendidikan musik Indonesia “Skala Nada” lebih dikenal dengan istilah “tangga nada” sedangakan secara internasional disebut scale (Inggris). Nada-nada yang berurutan secara alfabetis adalah susunan nada-nada skala. Nada pertama pada sebuah skala memiliki kedudukan sebagai Tonika yang sekaligus menjadi nama dari tangga nada tersebut. Dengan demikian rangkaian nada-nada skala yang berawal dari B disebut tangganada B dan B adalah tonika dari tangga nada tersebut.
 Rangkaian nada dalam melodi terdiri dari kombinasi berbagai susunan interval, yaitu jarak di antara sebuah nada dengan nada berikutnya. Interval diukur dengan menghitung jumlah nada-nada berderet yang seharusnya ada di antara dua nada berurutan yang membentuk interval, termasuk nada pertama dan terakhir. Oleh karena itu interval di antara C dan E ialah Tiga karena sebenarnya ada D di antaranya sehingga jumlah nada yang membentuk intervalnya ada tiga yaitu C-D-E. Demikian pula interval di antara C dan G ialah Lima berdasarkan penghitungan jumlah nadanya yaitu C-D-E-F-G. Melodi yang kita dengar sehari-hari tersusun dari skala tujuh nada atau disebut juga skala diatonis (dari bahasa Latin, dia = tujuh; tonus = nada). Berbeda dari pengertian jarak sebagai interval di antara dua nada, di antara nada-nada skala yang berurutan terdapat dua macam jarak yaitu jarak penuh (tone / whole) dan jarak setengah (semi tone/ half step). Kedua jenis jarak nada-nada skala tersebut telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan berbagai susunan skala dari ketujuh susunan nada tersebut oleh para komponis dan ahli teori musik, selama berabad-abad. Secara umum ada dua skala yang digunakan dalam musik klasik yang menggunakan sistem tonal, yaitu skala mayor dan minor. Skala mayor ialah yang memiliki jarak setengah di antara nada ketiga dan keempat, dan di antara nada ketujuh dan kedelapan (oktafnya). Contoh di bawah ini adalah skala C mayor.

 Yang kedua ialah skala minor yang memilki tiga macam pola yaitu minor asli, minor harmonis dan minor melodis. Skala minor asli (natural) dengan jarak setengah di antara nada kedua dan ketiga, dan di antara nada kelima dan keenam. Jika diperhatikan maka karakteristik pola ini sama dengan skala mayor yang dimulai dari nada keenam. Dengan demikian sebutan minor asli pada pola ini menunjukkan bahwa ia berasal dari skala mayor dengan tanpa perubahan sedikit pun kecuali mulai dari nada keenam skala mayor.

 Sementara skala minor natural berasal dari skala mayor, dua pola skala minor yang lain berasal dari skala minor asli. Skala minor harmonis menaikkan nada ketujuh setengah laras dengan menggunakan aksidental, yaitu tanda untuk menaikkan dan menurunkan nada asli. Pada skala minor harmonis ini nada G dinaikkan dengan tanda aksidental kres ( ) sehingga menjadi Gis yang lebih tinggi setengah laras. Penaikkan ini tampaknya bermaksud untuk mempertegas nada A di atasnya sebagai representasi tonika yang merupakan identitas skala tersebut yaitu skala A minor.
 Sebagaimana halnya nada B dalam skala C mayor yang merupakan pengantar ke C, posisi Gis dalam skala A minor adalah juga sebagai pengantar ke A. Resiko dari penaikan ini ialah jarak yang melebar di antara nada keenam dan ketujuh sehingga terasa kurang melodis. Ketegasan tonika yang disebabkan penaikan tersebut menyebabkan pola skala minor ini lebih harmonis di bandingkan dengan minor asli. Ketegasan dan konsistensi skala ini menyerupai skala mayor sehingga cocok digunakan untuk menyusun harmoni.

 Skala minor melodis memiliki karakteristik yang sesuai dengan namanya. Skala ini memiliki kecenderungan tonalitas yang lebih mirip dengan skala mayor yaitu di samping memiliki ketegasan tonika, juga lebih mengalir dibandingkan dengan minor harmonis sebagai akibat dari penerapan dua macam jarak nada saja yaitu tone dan semi tone. Keunikan skala minor melodis dibandingkan dengan ketiga skala lainnya ialah terdapatnya pola yang berbeda pada saat mulai atau naik dan saat kembali atau turun. Pada saat naik bukan hanya nada ketujuh yang dinaikkan namun juga nada keenam yaitu dari F menjadi Fis. Pada saat turun, kedua nada yang sebelumnya telah dinaikkan dengan tanda aksidental kres, kini dikembalikan ke nada aslinya dengan aksidental natural.
 Dengan demikian pada saat turun polanya sama dengan skala mayor turun mulai nada keenam. Jika kedua nada tersebut tidak dikembalikan pada saat turun maka akan sama dengan pola skala A mayor turun dari tonikanya. Dengan kata lain skala tersebut telah bermodulasi secara pararel kepada kunci mayor. Pada skala minor natural turun statusnya tidak berubah menjadi C mayor karena mulai dari A sebagai tonikanya.

 Di samping mayor dan minor tentu saja ada pola-pola skala yang lain yang jarang digunakan dalam musik klasik yang berbasis sistem tonal. Skala-skala tersebut di antaranya ialah modus-modus gereja Abad Pertengahan, skala whole-tone11 yang dipopulerkan Debussy, skala pentatonik (lima nada) yang digunakan untuk menciptakan efek-efek oriental. Di samping itu ada juga skala lain yang didasarkan atas skala diatonis yaitu skala kromatis; dari kata latin chrome yang berarti warna. Tampaknya maksud pewarnaan dalam konteks ini ialah penambahan nada-nada sisipan dari nada-nada pokok, misalnya di samping G ada Gis atau Ges yang lebih rendah setengah laras karena diturunkan oleh tanda aksidental mol.
0 komentar


. . .
 
© 2011 - | Buku PR, TUGAS, dan Catatan Sekolah | www.suwur.com | pagar | omaSae | AirSumber | Bengkel Omasae, | Tenda Suwur | Versi MOBILE