Beberapa tahun terakhir ini, masyarakat kita
Indonesia sering dibuat bingung dengan perubahan cuaca atau iklim yang
membingungkan. Di satu sisi pada saat musim kemarau berlangsung sangat lama dan
di sisi lain pada saat musim penghujan berlangsung sangat pendek. Bahkan pada
saat kita sekolah, Bapak Ibu guru (khususnya bidang studi Geografi) bahwa musim
penghujan mulai bulan Oktober s/d Maret dan musim kemarau dimulai bulan April
s/d September. Tetapi kenyataanya tidak terjadi pada bulan-bulan itu, bahkan
tahun 2009 musim penghujan di banyak kota di Indonesia terjadi akhir bulan
Desember bahkanpada bulan Juli 2010 di
Indonesia khususnya Surabaya masih terjadi hujan.Fenomena alam apa yang
sebenarnya terjadi di negara kita ????….
Banyak para
ahli cuaca dan iklim menyebut peristiwa ini dengan nama peristiwa EL Nino dan
La Nina.
El-Nino, menurut sejarahnya adalah sebuah
fenomena yang teramati oleh para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang
tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur menjelang hari natal
(Desember). Fenomena yang teramati adalah meningkatnya SPL(Suhu Permukaan
Laut)yang biasanya dingin. Fenomena ini
mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan (akibat adanya
upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar)
menjadi sebaliknya. Pemberian nama El-Nino pada fenomena ini disebabkan oleh
karena kejadian ini seringkali terjadi pada bulan Desember. El-Nino (bahasa
Spanyol) sendiri dapat diartikan sebagai “anak lelaki”. Di kemudian hari para
ahli juga menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya SPL, terjadi pula
fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya SPL akibat menguatnya upwelling.
Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina(juga bahasa
Spanyol) yang berarti “anak perempuan”. Fenomena ini memiliki periode 2-7
tahun.
El Nino merupakan suatu gejala
alam di Samudra
Pasifik bagian tengah dan timur yaitu memanasnya suhu permukaan laut di wilayah
tersebut. Pada saat yang bersamaan terjadi perubahan pola tekanan udara yang
mempunyai dampak sangat luas dengan gejala yang berbedabeda, baik bentuk dan
intensitasnya. Walaupun El Nino dianggap sebagai faktor pengganggu dari
sirkulasi monsun yang berlangsung di Indonesia namun pengaruhnya sangat terasa
yaitu timbulnya bencana kekeringan yang meluas. Pada saat berlangsung El Nino,
terjadi penguatan angin baratan di Pasifik barat daerah equator mulai dari
sebelah utara Irian hingga Pasifik Tengah (Trenberth and Sea, 1987, Harrison
and Larkin, 1998). Awal musim hujan di Jawa lebih lambat dibandingkan dengan
rataratanya ketika terjadi El Nino dan lebih cepat dari rata-ratanya ketika
terjadi La Nina (Hamada, 1995). El Nino sangat mempengaruhi curah hujan pada
saat musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan di Indonesia (Mulyana,
2002). Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun. La Nina merupakan kebalikan
dari El Nino ditandai dengan anomali suhu muka laut di daerah tersebut
negatif(lebih dingin dari rata-ratanya). La Nina secara umum akan menyebabkan
curah hujan di Indonesia bertambah.
El-Nino akan terjadi apabila perairan yang
lebih panas di Pasifik tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada
atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini mendorong terjadinya pembentukan
awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut. Bagian
barat Samudra Pasifik tekanan udara meningkat sehingga menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan awan di atas lautan bagian timur Indonesia, sehingga di beberapa
wilayah Indonesia terjadi penurunan curah hujan yang jauh dari normal.
Pembentukan El-Nino dikaitkan dengan pola sirkulasi samudera pasifik yang
dikenal sebagai osilasi selatan sehingga disebut juga El Nino-Southern
Oscillation (ENSO) yang merupakan fenomena yang ditimbulkan oleh interaksi laut-atmosfer.
El-Nino merupakan fenomena global dari sistem interaksi laut dan atmosfer yang
ditandai dengan memanasnya suhu muka laut di Pasifik Equator atau anomali suhu
muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya). Pada saat
yang bersamaan terjadi perubahan pola tekanan udara yang mempunyai dampak
sangat luas dengan gejala yang berbeda-beda, baik bentuk dan intensitasnya.
Fenomena El Nino secara umum akan menyebabkan curah hujan di sebagian besar
wilayah Indonesia berkurang, besar pengurangannya tergantung dari lokasi dan
intensitas El-Nino tersebut. Namun demikian, karena luasnya wilayah Indonesia
serta posisi geografisnya yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak
seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El-Nino. Pada tahun normal,
tekanan permukaan rendah berkembang di wilayah utara Australia dan Indonesia
dan tekanan tinggi melalui sistem pantai Peru . Akibatnya, angin pasat melalui
Samudera Pasifik bergerak sangat kuat dari barat ke timur. Di timur aliran
angin pasat membawa permukaan air hangat ke barat, sehingga badai membawa badai
konvektiv ke Indonesia dan pesisir Australia. Sepanjang pantai Peru, kolam air
dingin terbawa sampai ke permukaan untuk menggantikan kolam air hangat yang
diambil di sebelah barat.
Suhu permukaan laut di Pasifik tengah dan
timur menjadi lebih tinggi dari biasa pada waktu-waktu tertentu, walaupun tidak
selalu. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena La-Nina . Tekanan
udara di kawasan equator Pasifik barat menurun, lebih ke barat dari keadaan
normal, menyebabkan pembentukkan awan yang lebih dan hujan lebat di daerah
sekitarnya.
Kejadian El-Nino tidak terjadi secara tunggal
tetapi berlangsung secara berurutan pasca atau pra La-Nina. Hasil kajian dari
tahun 1900 sampai tahun 1998 menunjukan bahwa El-Nino telah terjadi sebanyak 23
kali (rata-rata 4 tahun sekali). La-Nina hanya 15 kali (rata-rata 6 tahun
sekali). Dari 15 kali kejadian La-Nina, sekitar 12 kali (80%) terjadi berurutan
dengan tahun El-Nino. La-Nina mengikuti El-Nino hanya terjadi 4 kali dari 15
kali kejadian sedangkan yang mendahului El-Nino 8 kali dari 15 kali kejadian.
Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya La-Nina setelah
El-Nino tidak begitu besar. Kejadian El-Nino 1982/83 yang dikategorikan sebagai
tahun kejadian El-Nino yang kuat tidak diikuti oleh La-Nina.
2. Banjir
Terjang Kincir Air
Sejumlah kincir air rusak diterjang luapan air
sungai anak Sungai Batanghari di Kabupaten Bungo, Jambi. Akibatnya, puluhan
rumah tak teraliri listrik.
Di Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Batin III
Ulu, Bungo, kerusakan terjadi pada dua dari tiga unit pembangkit listrik
bertenaga mikrohidro setelah diterjang luapan air Sungai Batang Limun. Sekitar
50 rumah tak teraliri listrik sejak sepekan terakhir.
"Kincir
air patah diterjang arus. Dinamonya juga rusak tersambar petir, ujar Hadirin,
Kepala Desa Lubuk Beringin, Jumat (2/3/2012).
Hadirin melanjutkan, desa yang terletak di
pinggir Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ini memanfaatkan sepenuhnya
kebutuhan listrik dari
energi kincir air. Saat ini yang tersisa tinggal satu
kincir air sehingga hanya 30 persen rumah yang teraliri listrik, katanya.
Selain Lubuk Beringin, sejumlah kincir air di
Sungai Batang Nilau, Batang Siau, Batang Tembesi, dan Batang Langkup yang
terletak di kaki Gunung Masurai, Kabupaten Masurai, juga rusak diterjang
banjir.
Menurut Edi, warga setempat, desa-desa
penyangga TNKS di Kabupaten Merangin bergantung pada tenaga mikrohidro untuk
memenuhi kebutuhan listrik. Saat ini, ada sekitar 40 kincir terpasang sepanjang
sungai di empat kecamatan, yaitu Muara Siau, Lembah Masurai, Sungai Tenang, dan
Jangkat.
3.
Gempa di Aceh
Gempa dengan kekuatan 4,8 skala Richter
mengguncang Aceh, Senin (23/1/2012) sekitar pukul 19.40. Informasi dari Serambi
Indonesia di Banda Aceh, tidak ada laporan kerusakan dan kepanikan warga ketika
gempa terjadi. Gempa tidak berpotensi tsunami.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisa
(BMKG) Matai Aceh Besar menjelaskan, lokasi gempa terjadi di 4.75 Lintang Utara
(LU) dan 94.67 Bujur Timur (BT), 108,2 Km barat daya Banda Aceh. Saat ini pihak
BMKG sedang melakukan
analisis penyebab gempa tersebut.
US Geological Survey menyebutkan, gempa berada
di 99 kilometer Lhokseumawe dengan kedalaman 50,3 kilometer.
4.
Tanah Longsor di Polewali Mandar
Hujan deras yang mengguyur Polewali mandar,
Sulawesi Barat, sejak Sabtu (3/3/12) sore menyebabkan jalur lintas kabupaten
Mamasa-Polewali Mandar terputus akibat timbunan material longsor tanah
bercampur batu setinggi 10 meter lebih. Sejumlah pohon yang tumbang ikut
menghalangi perjalan warga.
Akibat timbunan longsor arus ini kendaraan
dari dua arah terputus. Sejumlah pengendara motor yang nekad menembus timbunan
longsor terjebak lumpur hingga harus dianggkat dengan bantuan warga. Sejumlah
pengendara roda empat yang terjebak terpaksa bermalam di lokasi karena khawatir
meninggalkan kendaraannya.
Hingga Sabtu malam belum ada peralatan berat
yang diturunkan pemerintah untuk mengevakuasi timbunan longsor agar bisa
dilalui kendaraan. Sejumlah warga yang prihatin dengan warga yang terjebak
longsor berusaha membersihkan jalan dengan cara menyingkirkan pepohonan yang
menimbun permukaan jalan secara swadaya.
Makmur, salah satu warga di sekitar lokasi
mengaku turun tangan secara suka rela menyingkirkan pepohonan dan sebagain
material longsoran bercampur batu dan lumpur agar sebagain kendaraan yang
tertahan terutama motor bisa lewat meski harus dibantu dengan cara diangkat.
"Warga
yang kasihan terpaksa turun tangan membantu terutama pengendara motor yang masih
bisa jalan meski harus dibantu mengangkat untuk melintasi timbunan
lumpur," tutur Makmur, warga desa Kelapa Dua.
Sejumlah warga yang terjebak terutama
pengendara mobil berharap jalur satu-satunya yang menghubungkan kabupaten
Polewali dan Mamasa ini bisa segera dibuka dengan cara menurunkan peralatan
berat. Sebagain warga yang terjebak di lokasi dijemput keluarganya agar bisa
melanjutkan perjalan ke tujuan.
Sementara sejumlah pemilik kendaraan lainnya
yang terjebak terpaksa bermalam di lokasi karena khawatir meninggalkan
kendaraan mereka.
Struktur tanah yang labil, ditambah ruas jalan yang
memanfaakan lereng gunung dengan cara mengikis lereng itu, menyebabkan ruas
jalan di sepanjang jalur lintas Polewali-Mamasa ini setiap saat rawan longsor.
5.
Gempa di Padang
Gempa yang
menguncang Kota Padang, Sumatera Barat, dengan kekuatan 4,3 skala Richter (SR)
pada Minggu pukul 13.06 WIB tidak berpotensi tsunami.
Berdasarkan data Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa itu berada pada 0.82 Lintang Selatan
(LS), 99.65 Bujur Timur (BT) dengan kedalaman 10 Km dimana berpusat 77 Km barat
laut Kota Padang.
Saat terjadi gempa, warga Kota Padang banyak
yang keluar rumah untuk menghindari kemunginan terjadinya runtah bangunan.
Elok, warga Jl. Jati Padang mengatakan, saat
gempa terjadi, dirinya sedang berada di lantai dua rumahnya dan langsung
berupaya keluar guna menghindari kemunginan tertimpa reruntuhan bangunan.
"Rasa
trauma masih belum hilang ketika gempa 30 September 2009 kekuatan 7,9 skala
Richter (SR)," katanya, Minggu (2/10/2011).
Saat terjadi gempa 30 September 2009, tambah
Elok, banyak
bangunan rumah maupun gedung yang roboh serta korban jiwa.
"Gempa yang terjadi dua tahun lalu, kami merasakan guncang yang sangat
besar hingga merubuhkan rumah maupun bangunan gedung, serta banyak korban
jiwa," kata Elok.
Dia menambahkan, mudah-mudahan saja, gempa
susulan tidak terjadi kembali, rasa trauma masih ada ketika gempa kekuatan 7,9
SR.
Koordinator Manajer Pusat Pengendalian Operasi
Penanggulangan Bencana Sumatera Barat Ade Edward mengatakan, gempa yang
menguncang Kota Padang, Minggu, berkaitan dengan letusan Gunung Marapi.
"Titik pusat gempa tersebut berada di laut Kota Padang," katanya.
Dia menambahkan, warga Kota Padang tidak perlu
panik karena hal itu justru bisa menimbulkan korban jiwa. Warga perlu berusaha
untuk menyelamatkan diri menghindar dari kemunginan tertimpa bangunan namun
tidak usaha panik.
"Hingga
saat ini belum ada laporan korban jiwa, rumah, bangunan gedung yang rusak,
guncangan gempa hal dalam skala kecil,"