Science, 7: Menelusuri Hutan Hujan Tropis


 

 

Episode 7: Menelusuri Hutan Hujan Tropis

Hari ini, pelajaran Ilmu Pengetahuan seru banget, karena Pak Guru bilang kita akan belajar tentang ekosistem hutan hujan tropis! Aku udah kebayang bakal ada cerita tentang hewan-hewan aneh dan tumbuhan yang bisa makan manusia. Hutan hujan tropis itu kan terkenal banget dengan keberagaman makhluk hidupnya. Aku jadi penasaran, bisa nggak ya kita punya hutan hujan tropis di Bumi?

Begitu Pak Guru masuk kelas, dia mulai bercerita. “Anak-anak, hari ini kita akan membahas hutan hujan tropis, ekosistem yang memiliki banyak sekali keanekaragaman hayati. Hutan hujan tropis biasanya ditemukan di daerah yang dekat dengan garis khatulistiwa.”

Aku langsung angkat tangan, “Pak, berarti hutan hujan tropis itu banyak banget pohonnya, ya? Terus, di dalamnya ada hewan-hewan langka kayak orangutan atau jaguar?”

Pak Guru senyum. “Betul, Suwur! Hutan hujan tropis itu rumah bagi berbagai macam spesies hewan dan tumbuhan yang unik. Ada orangutan di Borneo, ada harimau Sumatra, dan juga banyak tumbuhan yang belum kita kenal.”

Joni yang duduk di sampingku ikut bertanya, “Pak, kenapa hutan hujan tropis bisa punya banyak spesies? Padahal kan, hutan yang lain juga ada tumbuhan dan hewannya?”

Pak Guru menjelaskan dengan semangat. “Hutan hujan tropis memiliki iklim yang sangat lembap dan panas sepanjang tahun. Kondisi ini membuat banyak tumbuhan bisa tumbuh subur, yang kemudian jadi tempat tinggal bagi berbagai hewan. Selain itu, hutan ini juga menerima banyak cahaya matahari, yang membuat fotosintesis berjalan dengan sangat baik.”

Aku yang suka banget sama hewan-hewan aneh, langsung mikir, “Pak, kalau aku masuk ke dalam hutan hujan tropis, bisa nggak ya ketemu hewan seperti dinosaurus kecil? Misalnya yang punya cakar atau gigi tajam?”

Pak Guru tertawa. “Hahaha, Suwur, dinosaurus sudah punah lama sebelum manusia ada. Tapi memang, di hutan hujan tropis, kita bisa menemukan hewan yang unik dan langka, seperti ular boa, katak pohon, atau burung cendrawasih yang indah.”

Joni ngelirik aku, “Wu, bisa jadi kita masuk hutan hujan tropis, terus tiba-tiba ada ular boa besar datang. Kita nggak bisa kabur lagi karena pohonnya terlalu banyak!”

Aku langsung nambahin, “Iya, Jon, pohon-pohonnya rapat banget! Bisa-bisa kita ketemu hewan yang nggak kelihatan, kayak ular atau kalajengking yang tiba-tiba nongol.”

Pak Guru yang mendengar obrolan kita, langsung mengingatkan, “Hutan hujan tropis memang penuh dengan keanekaragaman hayati, tapi juga perlu kita jaga. Banyak hewan dan tumbuhan yang terancam punah karena kerusakan hutan hujan.”

Aku jadi serius. “Oh, jadi kita harus bantu jaga hutan hujan tropis supaya hewan-hewan itu nggak punah, ya, Pak?”

Pak Guru mengangguk. “Betul, Suwur. Salah satu cara kita bisa membantu adalah dengan menjaga lingkungan, seperti tidak membuang sampah sembarangan dan mendukung upaya konservasi hutan hujan.”

Ketika bel berbunyi, aku dan Joni keluar kelas sambil ngobrol. “Jon, aku jadi pengen banget pergi ke hutan hujan tropis. Pasti seru banget bisa lihat langsung orangutan atau burung cendrawasih!”

Joni tersenyum. “Iya, Wu. Tapi, kayaknya kita harus belajar dulu cara bertahan hidup di hutan, biar nggak hilang!”

Kami berdua ketawa. Kelas hari ini membuka mata aku tentang pentingnya menjaga alam dan keanekaragaman hayati. Hutan hujan tropis itu keren banget, dan aku jadi ingin tahu lebih banyak lagi tentang dunia hewan dan tumbuhan yang ada di dalamnya!

Science, 6: Petualangan di Dalam Bumi


 

Episode 6: Petualangan di Dalam Bumi

Hari ini, Pak Guru bilang kita bakal belajar tentang Bumi. Tapi, bukan tentang permukaan Bumi yang kita lihat setiap hari, melainkan tentang apa yang ada di dalamnya. Aku langsung ngebayangin, ada harta karun atau mungkin monster yang tinggal di dalam Bumi. Waktu masuk kelas, Pak Guru sudah bawa bola besar berwarna cokelat, yang kelihatan seperti Bumi, cuma ada garis-garis yang membagi-bagi bola itu jadi beberapa lapisan.

Pak Guru mulai menjelaskan. “Hari ini, kita bakal mempelajari struktur lapisan-lapisan Bumi. Seperti yang kita tahu, Bumi terdiri dari beberapa lapisan, mulai dari kerak sampai inti. Ada yang tahu, lapisan mana yang kita tinggalin sekarang?”

Aku langsung angkat tangan, “Itu yang di paling luar, Pak! Lapisan kerak Bumi, kan?”

Pak Guru mengangguk, “Betul, Suwur. Lapisan kerak adalah lapisan paling tipis di Bumi, dan itulah yang kita tinggalin. Tapi, di bawah kerak, ada lapisan lain yang lebih panas dan lebih tebal. Lapisan-lapisan ini disebut mantel, inti luar, dan inti dalam.”

Joni yang selalu penasaran, langsung nanya, “Pak, kalau Bumi ada lapisan-lapisannya, terus lapisan mana yang paling panas?”

Pak Guru senyum dan menunjuk bagian bola yang berwarna merah, yang menunjukkan inti Bumi. “Lapisan yang paling panas adalah inti Bumi, yang ada di bagian tengah. Inti Bumi itu terdiri dari logam cair dan padat, dengan suhu yang bisa mencapai lebih dari 5000 derajat Celsius!”

Aku langsung melongo, “5000 derajat? Gila, panas banget! Bisa meleleh kalau ada es batu, Pak?”

Pak Guru ketawa. “Benar, Suwur. Kalau ada es batu, pasti langsung meleleh. Tapi, karena inti Bumi itu sangat dalam dan terisolasi oleh lapisan-lapisan yang lebih dingin, kita nggak bisa langsung merasakannya.”

Joni yang dari tadi mikir, tiba-tiba ngomong, “Wu, bayangin kalau kita bisa turun ke inti Bumi. Pasti seru, deh, bisa lihat lava kayak di film-film.”

Aku nambahin, “Iya, Jon, kita bisa naik kapal selam buat turun ke dalam Bumi, dan ketemu dinosaurus atau monster dari legenda!”

Pak Guru ketawa lagi. “Wah, kalian ini imajinasinya tinggi banget! Tapi, kenyataannya, nggak ada dinosaurus atau monster di dalam Bumi. Yang ada di sana ya magma dan batu-batuan panas.”

Setelah itu, Pak Guru jelasin lebih lanjut tentang bagaimana lapisan-lapisan Bumi ini bisa bergerak dan saling berinteraksi, menyebabkan gempa bumi dan letusan gunung berapi. Aku baru tahu kalau kerak Bumi ini nggak utuh, tapi terpecah-pecah jadi lempeng-lempeng yang bisa bergerak!

“Lempeng-lempeng ini bergerak sangat lambat, hanya beberapa sentimeter per tahun. Tapi, karena pergerakan itu, ada gunung yang terbentuk, dan bahkan laut yang bisa menghilang atau terbentuk!” kata Pak Guru sambil menggambar peta Bumi dengan lempeng-lempengnya.

Aku jadi mikir, Bumi kita ini seperti puzzle raksasa yang terus berubah. “Pak, kalau lempeng-lempeng itu bergerak, bisa nggak Bumi kita jadi ‘terbelah’ seperti di film-film apokaliptik?”

Pak Guru ketawa, “Tenang, Suwur, pergerakan lempeng itu sangat lambat. Jadi, Bumi kita masih aman kok.”

Setelah pelajaran selesai, aku dan Joni ngobrol-ngobrol. “Jon, aku jadi mikir, kalau ada yang bisa pergi ke inti Bumi, itu pasti kayak petualangan banget. Bisa lihat magma dan batuan panas yang kayak dapur raksasa.”

Joni tersenyum, “Bener, Wu. Tapi, jangan lupa bawa pelindung panas, ya! Kalau enggak, bisa-bisa jadi sate manusia!”

Kami berdua tertawa, membayangkan petualangan gila di dalam Bumi. Kelas hari ini seru banget, dan aku jadi makin penasaran sama apa yang ada di dalam planet kita yang keren ini!

 

Science, 5: Misteri Air di Planet Lain


 

Episode 5: Misteri Air di Planet Lain

Hari ini, Pak Guru bilang kita bakal belajar tentang air di luar angkasa. Aku udah kebayang, bakal ada cerita tentang bagaimana para ilmuwan mencari air di planet lain. Pasti keren banget!

Begitu Pak Guru masuk kelas, dia langsung bawa gambar planet Mars yang lagi diobservasi sama roket. Di gambar itu ada gurun merah, tapi ada juga bekas aliran sungai di permukaannya. “Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang air di planet lain, khususnya di Mars. Kenapa air itu penting, ya?”

Aku langsung angkat tangan. “Karena kita butuh air buat hidup, Pak!” jawabku, kayak orang pinter banget.

Pak Guru tersenyum. “Betul, Suwur! Tapi, air juga sangat penting untuk mencari kehidupan di luar Bumi. Kalau kita bisa menemukan air di planet lain, itu bisa jadi tanda ada kehidupan atau setidaknya kondisi yang mendukung kehidupan.”

Joni yang duduk di sebelahku langsung nanya, “Pak, apa Mars bisa punya air kayak di Bumi?”

Pak Guru mengangguk. “Beberapa tahun lalu, ilmuwan menemukan bukti bahwa Mars pernah punya air di masa lalu. Ada sungai dan danau yang terlihat di permukaannya. Mungkin, dulu Mars lebih mirip Bumi.”

Aku mikir, kalau Mars dulu punya air, berarti siapa tahu ada kehidupan di sana? “Pak, kalau Mars ada air, bisa jadi ada alien juga dong? Yang minum airnya pakai sedotan besar, gitu!” aku coba bercanda, tapi Pak Guru malah ketawa.

“Itu ide yang menarik, Suwur! Tapi, kalau ada alien, mereka mungkin nggak minum air pakai sedotan kayak kita. Siapa tahu mereka punya cara sendiri buat bertahan hidup.”

Joni nambahin, “Pak, kalau alien itu minum air, pasti airnya rasa rasa es krim, ya, Wu? Biar seru!”

Aku ketawa. “Iya, Jon! Airnya pasti rasa cokelat atau stroberi, biar mereka suka.”

Pak Guru ngelanjutkan, “Selain Mars, para ilmuwan juga terus mencari air di planet lain, terutama di bulan-bulan yang mengelilingi planet besar seperti Jupiter dan Saturnus. Salah satu bulan Jupiter, Europa, punya samudra di bawah permukaannya, meskipun tertutup es.”

Aku jadi kebayang kalau ada lautan air di bulan Europa. "Gila, Pak, kalau kita bisa ke sana, bisa berenang di lautan es! Tapi, jangan lupa pakai jaket tebal!"

Pak Guru ketawa. “Iya, Suwur, jangan lupa bawa pakaian hangat. Kita masih jauh dari bisa mengunjungi Europa, tapi siapa tahu di masa depan, teknologi akan membantu kita mengeksplorasi lebih banyak planet dan bulan yang mungkin punya air.”

Setelah pelajaran selesai, aku ngobrol sama Joni, “Jon, kalau ada air di luar angkasa, kayak di Mars atau Europa, berarti manusia bisa tinggal di sana dong?”

Joni berpikir sebentar. “Iya, mungkin, Wu. Tapi, aku nggak tahu deh, kalau tinggal di sana, pasti nggak ada warung bakso atau sate.”

Aku ketawa. “Iya juga, Jon. Kita bakal kangen banget sama makanan di Bumi.”

Kelas hari ini seru banget, dan aku jadi semakin penasaran tentang kehidupan di luar Bumi. Siapa tahu, mungkin suatu hari kita bisa tinggal di planet yang punya air dan kehidupan seperti di Bumi!

 

Science, 4: Misteri Luar Angkasa yang Tak Terlihat


 

Episode 4: Misteri Luar Angkasa yang Tak Terlihat

Hari ini, Pak Guru mulai pelajaran dengan topik yang jauh lebih seru—Black Hole atau Lubang Hitam! Aku udah ngebayangin bakalan ada cerita seru tentang monster besar yang menelan segala sesuatu, jadi nggak sabar banget.

Pas Pak Guru masuk kelas, dia langsung nyalain projector yang nunjukin gambar ruang angkasa gelap dengan sebuah bola hitam besar di tengah. Semua mata langsung tertuju ke gambar itu. "Hari ini, kita bakal bahas tentang benda paling misterius di alam semesta—Lubang Hitam. Ada yang tahu, apa itu?"

Aku langsung angkat tangan, "Itu kan tempat yang kalau kamu masuk ke dalamnya, nggak bisa keluar lagi, Pak? Kayak jalan keluar yang hilang?"

Pak Guru tertawa kecil. "Hampir, Suwur. Lubang hitam itu memang enggak bisa dilihat langsung karena gravitasinya sangat kuat, bahkan cahaya pun nggak bisa lolos. Jadi, bisa dibilang, segala sesuatu yang masuk ke dalamnya nggak bisa keluar."

Joni yang dari tadi bengong, tiba-tiba tanya, "Pak, jadi kalau ada astronot yang kebetulan jatuh ke lubang hitam, mereka bakal hilang begitu aja?"

Pak Guru mengangguk serius. "Betul, Joni. Tapi, nggak usah khawatir. Lubang hitam biasanya jauh di luar sana, sangat jauh dari Bumi kita. Tapi, kalau memang ada yang masuk, benda itu akan terperangkap dan nggak bisa kembali."

Aku yang mulai kebayang-bayang soal astronot terperangkap di dalam lubang hitam, langsung berbisik ke Joni, “Jon, bayangin kalau ada orang yang jatuh ke dalam, terus jadi hilang selamanya. Pasti rasanya kayak pergi ke dunia lain, deh!”

Joni menjawab pelan, “Wu, kalau udah masuk ke dalam, nggak bisa keluar lagi. Mungkin mereka jadi kayak benda yang terhisap selamanya. Serem juga, ya?”

Pak Guru yang mendengar obrolan kami, akhirnya ikut bicara. "Nah, yang menarik adalah, meskipun kita nggak bisa melihat lubang hitam secara langsung, kita bisa melihat efeknya. Lubang hitam bisa menarik bintang-bintang di sekitarnya, membuat bintang tersebut bergerak cepat atau bahkan hancur. Itu disebut accretion disk."

Aku jadi mikir, "Jadi, lubang hitam itu kayak vakum raksasa yang nyedot segala sesuatu di sekitarnya, ya? Bahkan cahaya juga, gila!"

Pak Guru senyum. "Iya, benar, Suwur. Tapi, jangan khawatir. Lubang hitam yang paling dekat dengan Bumi ada sangat jauh, dan kita masih aman di sini."

Setelah itu, Pak Guru menunjukkan lebih banyak gambar tentang lubang hitam, dan aku jadi makin penasaran. Ketika bel masuk, aku keluar kelas sambil ngobrol dengan Joni, "Jon, seru ya! Tapi, kadang aku malah takut juga mikirin kalau kita bisa tiba-tiba jatuh ke lubang hitam, gimana?"

Joni ketawa, "Wu, jangan kebanyakan mikir! Sekarang kita masih aman di Bumi, kok."

Aku tersenyum. "Iya juga sih, Jon. Tapi kalau ada perjalanan ke lubang hitam, aku mau jadi orang pertama yang ikut, biar bisa cerita ke teman-teman!"

Joni cuma geleng-geleng kepala sambil tertawa. Kelas hari ini memang luar biasa, dan aku makin suka pelajaran Ilmu Pengetahuan!

 

Science, 3: Mengapa Planet Nggak Jatuh?


 

Episode 3: Mengapa Planet Nggak Jatuh?

Hari ini aku datang ke kelas dengan semangat, penasaran sama "cara kerja orbit" yang dibilang Pak Guru kemarin. Aku udah ngebayangin bisa tahu kenapa planet-planet nggak jatuh dan kenapa mereka bisa muter terus. Pas aku duduk, Joni udah ada di sampingku, sibuk nyoret-nyoret gambaran planet di buku tulisnya.

Pak Guru masuk kelas sambil bawa bola Bumi dan tali. Semua anak langsung antusias ngelihatnya. “Hari ini, kita bakal bahas kenapa planet-planet bisa tetap di orbitnya, nggak jatuh ke Matahari atau malah kabur ke luar angkasa. Ada yang mau coba nebak?”

Aku langsung angkat tangan. “Karena planet-planet itu kuat, Pak! Mereka nggak mau jatuh, jadi tetap muter terus!”

Teman-teman satu kelas ketawa, dan Joni juga cekikikan di sebelahku. Pak Guru juga ketawa sambil geleng-geleng kepala. “Ide yang menarik, Suwur. Tapi jawabannya bukan itu.”

Pak Guru mulai demo pakai bola Bumi dan tali itu. Dia muter-muterin bola Bumi yang diikat dengan tali, sambil bilang, “Anggap aja ini bola Bumi sebagai planet dan tangan saya sebagai Matahari. Sekarang, bayangkan kalau saya lepas tali ini, apa yang terjadi?”

“Bolanya pasti lepas dan terbang, Pak!” seru Joni.

Pak Guru mengangguk. “Betul sekali, Joni! Kalau nggak ada gaya gravitasi, planet-planet bisa lepas ke luar angkasa. Gravitasi Matahari yang bikin planet-planet tetap ada di orbitnya, sambil muter-muter karena ada gaya yang mendorong mereka ke depan, namanya gaya sentripetal.”

Aku melirik Joni, lalu berbisik, “Jon, coba bayangin kalau kita tinggal di planet yang muter kenceng banget. Pasti kayak naik komedi putar!”

Joni angguk setuju, “Bisa mabok dong setiap hari, Wu!”

Pak Guru senyum-senyum dengar obrolan kita. “Nah, gaya gravitasi ini juga bikin planet tetap berada di lintasannya. Karena itulah, kita bisa tenang nggak usah khawatir planet kita jatuh ke Matahari atau malah terlempar jauh.”

Aku langsung tercengang. Jadi sebenarnya planet-planet itu kayak lagi berputar di komidi putar raksasa, cuma bedanya nggak ada tali yang beneran, tapi gaya gravitasi. Kelas hari ini berakhir dengan paham sedikit lebih banyak tentang tata surya dan planet.

Aku jadi mikir, hebat banget Matahari bisa jaga planet-planetnya biar nggak kabur. Aku pun pulang sambil bilang ke Joni, “Jon, kalau kita ada di planet lain, mungkin mataharinya beda ya? Bisa-bisa planet kita jatuh karena mataharinya enggak kuat.”

“Untung aja kita di Bumi ya, Wu,” jawab Joni sambil ketawa.

 

Science, 2: Misteri Planet yang Hilang


 

Episode 2: Misteri Planet yang Hilang

Hari ini, Pak Guru masih bahas tata surya. Aku dan Joni udah siap, duduk di depan biar bisa lihat papan tulis lebih jelas. Pas Pak Guru masuk kelas, beliau bawa bola besar yang dilukis mirip banget sama Bumi.

Pak Guru langsung mulai pelajaran. “Anak-anak, hari ini kita akan bahas planet-planet yang lebih detail. Ada berapa planet di tata surya?”

“Ada delapan, Pak!” jawab Joni dengan cepat. Dia kelihatan bangga banget.

Pak Guru tersenyum. “Benar, sekarang ada delapan. Tapi dulu, ada sembilan planet. Ada yang tahu nama planet yang hilang?”

Aku langsung penasaran. "Hilang gimana, Pak? Planetnya lari-lari terus enggak ketemu?" tanyaku, agak sok serius padahal dalam hati geli sendiri.

Pak Guru tertawa, lalu menjelaskan, “Bukan hilang secara fisik, Suwur. Dulu kita menganggap Pluto adalah planet kesembilan. Tapi, pada tahun 2006, para ilmuwan memutuskan Pluto bukan planet lagi, tapi ‘planet katai’ karena ukurannya terlalu kecil dan orbitnya aneh.”

Aku melirik Joni, “Berarti Pluto itu kayak planet kecil yang ‘ngambek’ terus jalan sendiri ya, Jon?”

Joni ikut ketawa, “Iya, Wu, mungkin Pluto ngambek karena nggak dianggap lagi.”

Pak Guru melanjutkan cerita tentang Pluto. Ternyata, ada banyak planet kecil yang mirip Pluto di pinggiran tata surya, yang disebut Sabuk Kuiper. Aku jadi makin penasaran—nggak nyangka tata surya tuh ribet banget! Aku berbisik ke Joni lagi, "Jon, kamu tahu nggak? Aku pingin banget lihat Pluto langsung. Mungkin bisa bilang ke dia kalau kita masih nganggap dia planet."

Joni cuma ketawa. “Suwur, kayaknya kamu cocok jadi diplomat planet, deh. Coba aja nanti.”

Pak Guru yang dengar bisikan kita senyum-senyum. “Siapa tahu nanti kalian bisa jadi astronom atau astronot, Suwur dan Joni. Bisa langsung datang ke Pluto!”

Pikiranku langsung melayang-layang, ngebayangin pakai helm besar dan baju astronot, terus sampai di Pluto dan bilang, “Hei, Pluto, tenang aja, buat aku kamu tetap planet!”

Kelas hari ini berakhir dengan semangat, karena Pak Guru bilang besok kita bakal belajar cara kerja orbit planet. Aku jadi makin semangat buat pelajaran Ilmu Pengetahuan!

 

Science, Episode 1: Hari Pertama di Kelas Ilmu Pengetahuan


 

Episode 1: Hari Pertama di Kelas Ilmu Pengetahuan

Hari ini hari pertama aku masuk ke kelas Ilmu Pengetahuan di sekolah. Namaku Suwur. Awalnya, kupikir bakalan jadi pelajaran yang bikin ngantuk, soalnya kata kakakku, Ilmu Pengetahuan itu banyak hafalan, banyak catatan. Tapi, ternyata enggak seburuk yang aku bayangkan.

Waktu aku masuk kelas, Pak Guru sudah berdiri di depan dengan senyum lebar dan papan tulis penuh gambar-gambar aneh. Ada gambar matahari, planet, dan ada lingkaran-lingkaran yang kayak orbit. Aku langsung duduk di samping temanku, Joni, yang kelihatan juga bingung ngeliat gambar di papan tulis.

Pak Guru mulai ngomong, "Selamat datang di kelas Ilmu Pengetahuan, anak-anak! Hari ini kita bakal mulai belajar tentang tata surya! Ada yang tahu, apa itu tata surya?"

Joni langsung angkat tangan. "Itu, Pak... tempat bintang dan planet-planet jalan muter-muter!"

Semua anak di kelas ketawa, termasuk aku. Pak Guru cuma geleng-geleng kepala sambil ketawa kecil juga. "Iya, Joni, kamu benar... tapi juga kurang tepat," jawab Pak Guru sambil nunjuk papan tulis. "Tata surya adalah sistem bintang kita, Matahari, dan semua yang mengelilinginya, seperti planet, bulan, asteroid, dan komet."

Aku yang tadinya merasa biasa aja, jadi penasaran. Aku berbisik ke Joni, "Eh, Jon, jadi kita tinggal di planet yang muter-muter itu ya?"

"Iya, Wu!" Joni jawab bisik-bisik juga. "Keren, kan? Jadi kayak naik komidi putar, tapi enggak berhenti-berhenti!"

Aku ketawa. Mungkin, belajar Ilmu Pengetahuan enggak bakal seburuk yang kukira. Pak Guru kemudian mulai menjelaskan tentang setiap planet, mulai dari Merkurius yang katanya deket banget sama Matahari sampai Neptunus yang jauhnya kayak enggak ketemu siang hari. Aku mencatat, tapi tetap sambil ngikik kalau Pak Guru ngelucu.

Hari pertama ini seru, dan aku malah jadi enggak sabar buat pelajaran berikutnya. Rasanya kayak mau berpetualang di luar angkasa!

 

 

Properti Syariah



Pasang Depot Air Minum Isi Ulang


.
Besi Beton + Wiremesh Murah


© 2011 - | Buku PR, TUGAS, dan Catatan Sekolah | www.suwur.com | pagar | omaSae | AirSumber | Bengkel Omasae, | Tenda Suwur |