Pengertian Fatwa adalah berarti petuah, nasihat

 ENSIKLOPEDI
Secara bahasa fatwa berarti petuah, nasihat, jawaban pertanyaan hukum.  MenurutEnsiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam  yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat.


Disebutkan dalam Ensiklopedi Islam bahwa si peminta fatwa baik perorangan, lembaga maupun masyarakat luas tidak harus mengikuti isi fatwa atau hukum yang diberikan kepadanya. Hal itu, disebabkan fatwa seorang mufti atau ulama di suatu tempat bisa saja berbeda dari fatwa ulama lain di tempat yang sama.

Fatwa biasanya cenderung dinamis, karena merupakan tanggapan terhadap perkembangan baru yang sedang dihadapi masyarakat peminta fatwa. Isi fatwa itu sendiri belum tentu dinamis, tetapi minimal fatwa itu responsif. 

Tindakan memberi fatwa disebut futya atau ifta, suatu istilah yang merujuk pada profesi pemberi nasihat. Orang yang memberi fatwa disebut mufti atau ulama, sedangkan yang meminta fatwa disebut mustafti. Peminta fatwa bisa perseorangan, lembaga ataupun siapa saja yang membutuhkannya. 

Futya pada dasarnya adalah profesi independen, namun dibanyak negara Muslim menjadi terkait dengan otoritas kenegaraan dalam berbagai cara. Dalam sejarah Islam, dari abad pertama hingga ketujuh Hijriyah, negaralah yang mengangkat ulama bermutu sebagai mufti.  Namun, pada masa-masa selanjutnya, pos-pos resmi futya diciptakan, sehingga mufti menjadi jabatan kenegaraan yang hierarkis, namun tetap dalam fungsi keagamaan.

Untuk dapat melaksanakan profesi futya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, beragama Islam. Kedua, memiliki integritas pribadi ('adil), ketiga ahli ijtihad (mujtahid) atau memiliki sesanggupan untuk memecahkan masalah melalui penalaran pribadi. Berbeda dengan seorang hakim, seorang mufti bisa saja wanita, orang buta, atau orang bisu, kecuali untuk jabatan kenegaraan.

Keperluan terhadap fatwa sudah terasa sejak awal perkembangan Islam. Dengan meningkatnya jumlah pemeluk Islam, maka setiap persoalan yang muncul memerlukan jawaban. Untuk menjawab persoalan tersebut diperlukan bantuan dari orang-orang yang kompeten di bidang tersebut. Dalam masalah agama, yang berkompeten untuk itu adalah para mufti atau para mujtahid.

Pada mulanya praktik fatwa yang diberikan secara lepas dan belum ada upaya untuk membukukan isi fatwa ulama-ulama tersebut. Fatwa pertama kali dikumpulkan dan sebuh kitab pada abad ke-12 M. Mazhab Hanafi memiliki sejumlah kitab fatwa sepertiaz-Zakhirat al-Burhaniyah, kumpulan  fatwa Burhanuddin bin Maza (wafat 570 H/1174). Inilah kitab kumpulan fatwa pertama.

Mazhab Maliki memiliki kitab kumpulan fatwa  bertajuk al-Mi'yar al-Magrib yang berisi fatwa-fatwa al-Wasyarisi (wafat 914 H/1508 M). Mazhab Hanbali juga memiliki sejumlah kitab fatwa, yang paling terkenal adalah Majmu al-Fatawa.

Di Indonesia juga ada sejumlah  buku kumpulan fatwa, seperti Tanya Jawab Agama dan Kata Berjawab yang diterbitkan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, selain itu ada juga Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, serta Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama.
  
(Disarikan dari Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru van Hoeve Jakarta).

Makna kata Kafir (Kutipan)

 Pengertian Kafir


            Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural كفّار kuffār) secara harfiah berarti orang yang menutupi,  menyembunyikan sesuatu, atau menyembunyikan kebaikan yang telah diterima atau tidak berterima kasih atau mengingkari kebenaran.

            Dalam al-Quran, kata kafir dengan berbagai bentuk kata jadinya disebut sebanyak 525 kali. Kata kafir digunakan dalam al-quran berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan dengan Tuhan,  seperti :
1)      Mengingkari nikmat Tuhan dan tidak berterima kasih kepada-Nya (QS.16:55, QS. 30:34)
2)      Lari dari tanggung jawab (QS.14:22)
3)      Menolak hukum Allah (QS. 5;44)
4)      Meninggalkan amal soleh yang diperintahkan Allah (QS. 30:44)

            Dalam terminologi kultural kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang-orang yang mengingkari nikmat Allah (sebagai lawan dari kata syakir, yang berarti orang yang bersyukur). Namun yang paling dominan, kata kafir digunakan dalam al-Quran adalah kata kafir yang mempunyai arti pendustaan atau pengingkaran terhadap Allah Swt dan Rasul-RasulNya, khususnya nabi Muhammad dan ajaran-ajaran yang dibawanya.

            Secara istilah, kafir adalah orang yang menentang, menolak, kebenaran dari Allah Swt yang di sampaikan oleh RasulNya. atau secara singkat kafir adalah kebalikan dari iman. Dilihat dari istilah, bisa dikatakan bahwa kafir sama dengan non muslim. Yaitu orang yang tidak mengimani Allah dan rasul-rasul-Nya serta ajarannya.

Ditinjau dari segi bahasa, kata kafir tidak selamanya berarti non muslim, karena ada penggunaan kata kafir atau pecahan dari kata kafir seperti kufur, yang bermakna inkar saja, tidak sampai mengeluarkan seseorang dari keislaman. Contohnya kufur nikmat, yaitu orang yang tidak pandai/mensyukuri nikmat Tuhan, atau dalam istilah lain disebut sebagai kufrun duna kufrin (kekufuran yang tidak sampai membawa pelakunya kafir/keluar dari islam).

Etimologi

Kāfir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup. Pada zaman sebelum Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, menutup/mengubur dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Dalam bahasa Islam, kāfir sebuah kata yang digunakan untuk seseorang yang menolak atau tidak memeluk agama Islam. Jadi menurut syariat Islam, manusia kāfir terdiri dari beberapa makna, yaitu :
·         Orang yang tidak beragama Islam atau orang yang tidak mau membaca syahadat.
·         Orang Islam yang tidak mau shalat.
·         Orang Islam yang tidak mau puasa.
·         Orang Islam yang tidak mau berzakat.

Kata kāfir dalam Al-Qur'an


Di dalam Al-Qur'an, kitab suci agama Islam, kata kafir dan variasinya digunakan dalam beberapa penggunaan yang berbeda, diantaranya  :

·         Kufur at-tauhid (Menolak tauhid) :
Dialamatkan kepada mereka yang menolak bahwa Tuhan itu satu. Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (Al-Baqarah ayat 6)

·         Kufur al-ni`mah (mengingkari nikmat) :
Dialamatkan kepada mereka yang tidak mau bersyukur kepada Tuhan. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (la takfurun). (Al-Baqarah : 152)

·         Kufur at-tabarri (melepaskan diri)  :
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dan daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu (kafarna bikum)..." (Al-Mumtahanahayat 4)

·         Kufur al-juhud  :
Mengingkari sesuatu maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar (kafaru) kepadanya. (Al-Baqarah ayat 89)

·         Kufur at-taghtiyah: (menanam/mengubur sesuatu)  :
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani (kuffar). (Al-Hadid 20)

Jenis-jenis kafir 

            Merujuk kepada makna bahasa dan beragam makna kafir dalam ayat al-Quran, Kafir terbagi menjadi beberapa golongan, diantaranya adalah  :

1)      Kafir harbi, yaitu kafir yang memerangi dan diperangi, yang memusuhi Islam. Mereka senantiasa ingin memecah belah orang-orang mukmin dan bekerja sama dengan orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu (QS. 9:107)

2)      Kafir ’Inad, yaitu kafir yang mengenal Tuhan dengan hati dan mengakui-Nya dengan lidah, tetapi tidak mau menjadikannya sebagai suatu keyakinan karena ada rasa permusuhan, dengki dan semacamnya. Dalam al-Quran mereka digambarkan seperti orang-orang yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah, mendurhakai rasul-rasul Allah Swt, dan menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang menentang kebenaran (QS.11:59).

3)      Kafir inkar, yaitu yang mengingkari Tuhan secar lahir dan batin, Rasul-rasulNya serta ajarannya yang dibawanya, dan hari kemudian. Mereka menolak hal-hal yang bersifat ghaib dan mengingkari eksistensi Tuhan sebagi pencipta, pemelihara dan pengatur alam ini. Mereka seperti penganut ateisme. (QS. 2:212) (QS. 16:107).

4)      Kafir kitabi. Kafir kitabi ini mempunyai ciri khas tersendiri di banding dengan kafir-kafir yang lain, karena kafir kitabi ini meyakini beberapa kepercayaan pokok yang dianut Islam. Akan tetapi kepercayaan mereka tidak utuh, cacat dan parsial. Mereka membuat diskriminasi terhadap rasul-rasul Allah dan kitab-kitab suciNya, terutama terhadap Nabi Muhammad dan Al-Quran. Dalam al-Quran mereka disebut sebagai ahlul kitab, Mereka adalah orang yahudi dan nasrani.

5)      Kafir Dzimi, yaitu orang kafir yang tunduk pada penguasa islam dan membayar jizyah/upeti

6)      Kafir Muahad, yaitu orang kafir yang tinggal di Negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan Negara islam.

7)      Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang masuk ke Negara islam,dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah.

            Dilihat dari macam-macam kafir di atas dan masih ada lagi beberapa istilah kafir, maka kata kafir adalah istilah yang sangat umum, istilah bagi orang yang mengingkari Allah dan RasulNya serta ajaran yang dibawanya, mereka bisa dari kalangan yahudi, nasrani, ateis, majusi, hindu, budha, konghuju dan yang lainya, yang tidak mengimani Allah dan Rasul-rasulnya serta ajarannya. Mereka semua adalah non muslim.

            Sebenarnya jika mereka memahami arti dan konsekuensi dari kata non muslim, sama saja mereka mendengar kata kafir secara istilah. Hanya mungkin kedengarannya lebih halus, ketimbang disebut sebagai kafir.

Orang-orang kafir berakhlak mulia ?

            Bisa saja orang-orang kafir berakhlak baik, seperti jujur, tidak korupsi, tidak berzina, berbuat baik dengan tetangga, menyantuni orang miskin, dll. Namun akhlak baik itu tidak cukup untuk menghapuskan status dia dari katagori orang kafir, manakala mereka tetap ingkar kepada Allah, atau ingkar kepada rasul-rasulnya termasuk Nabi Muhammad dan ajarannya.

            Dalam al-Quran surat almaidah ayat 5: dihalalkan bagi kalian.....perempuan-perempuan yang terjaga kehormatannya dari ahli kitab (yahudi / nasrani). Artinya ada dari kalangan mereka yang secara manusiawi melakukan akhlak atau perilaku yang baik.

            Dalam kehidupan sehari-hari, tidak seharusnya seorang muslim memanggil orang kafir dengan sebutan kafir (wahai orang kafir), meskipun seorang muslim wajib yakin bahwa orang selain islam adalah kafir karena al-Quran telah jelas menyatakan hal itu.

            Rasulullah Saw dalam berinteraksi dengan orang-orang yahudi, atau orang musyrik, kafir quraisy, yang mana mereka adalah golongan orang-orang kafir, Rasulullah tidak memanggil dengan sebutan ”ya kafir”. Tapi beliau menyebut misalnya orang yahudi, nasrani, qurays, bahkan ketika mengirim surat ke raja romawi menggunakan kata-kata ”ya adhimu rum”.

            Jadi yang perlu di fahamkan adalah definisi kafir, katagori kafir dalam Islam, dan ketika penyebutan kata-kata kafir, tidak selamanya mempunyai konotasi beraklak buruk, jahat, dan sifat-sifat kotor lainnya. dan tidak juga pelecehan nilai-nilai kemanusiaan, karena semua manusia adalah ciptaan Allah. dan dari segi humanity semua manusia adalah saudara.  Akan tetapi penyebutan kata kafir lebih kepada masalah keimanan, dimana mereka tidak mau mengimani Allah Swt sebagai Tuhan, dan Muhammad Saw sebagai RasulNya serta mengingkari ajaran-ajarannya. Dan kafir secara istilah sama saja dengan makna non muslim, artinya jika mereka rela dipanggil non muslim, sebenarnya tanpa disadari mereka rela dipanggil kafir dari perspektif islam.

Macam-Macam Kekafiran

               Hadis Jibril yang populer menyebutkan, agama terdiri dari tiga tingkatan,  yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ihsan mencakup Islam dan Iman. Sedang Iman  mencakup Islam, dan Islam sendiri menuntut dasar keimanan.

               Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dasar agama adalah pelaksanaan Islam  secara global dan menyatakan kepercayaan terhadap semua berita yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berdasarkan keyakinan. Orang yang melaksanakan dasar ini, sebagai langkah awal, ia telah dinyatakan Islam. Jika kemudian diikuti  dengan melaksanakan perintah-perintah agama dan meninggalkan  larangan-larangannya, serta tidak melakukan pelanggaran yang berarti, maka  keislamannya meningkat dan dapat berlanjut pada kesempurnaannya dengan  merealisasikan iman dan ihsannya.

               Pengakuan ini adalah dasar agama. Ketika iman terdiri dari pokok-pokok (ushul) dan cabang-cabang (furu'), yaitu melakukan kewajiban-kewajiban dan kebaikan-kebaikan serta meninggalkan larangan-larangan, maka cabang-cabang  ini tidak berarti apa-apa kecuali jika dasarnya telah terlaksana. Maka orang  yang berpaling dari dasar ini, pada kenyataannya ia adalah kafir, meskipun ia  melaksanakan cabang-cabang iman.

               Demikian juga kekafiran, ia terdiri dari pokok-pokoknya dan bagian-bagiannya.  Maka orang yang terjerumus ke dalam pokok kekafiran, yaitu yang bertentangan  dengan pokok iman dan hakikatnya, maka tidak diragukan lagi bahwa ia adalah  kafir. Adapun orang yang terjerumus ke dalam bagian-bagian tertentu dari kekafiran yang tidak bertentangan dengan pokok-pokok keimanan dan hakikatnya, sedangkan ia memiliki pokok keimanan yang menetapkan keislamannya, maka ia  tidak dapat diklaim sebagai kafir.

               Akan tetapi, tindakannya yang melakukan bagian-bagian dari kekafiran memberikan pengaruh pada cabang-cabang keimanan, dari segi derajat  keimanannya, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama salaf ketika mereka  ditanya mengenai sabda Rasul saw, "Tidak ada seseorang yang berzina ketika  dia dalam keadaan mukmin" mereka mengatakan bahwa inilah Islam yang meliputi  cakupan yang luas, sedangkan iman meliputi cakupan kecil dalam lingkup yang  besar. Maka, ketika seseorang berzina atau mencuri, ia keluar dari lingkaran  iman masuk ke lingkaran Islam, tetapi tidak mengeluarkannya dari Islam  kecuali jika ia mengingkari Allah SWT.

               Oleh karena itu, hilangnya keislaman seseorang mengharuskan hilangnya keimanan darinya, berbeda dengan hilangnya keimanan seseorang tidak  mengharuskan hilangnya keislaman darinya.

               Jadi, pokok iman berhadapan dengan pokok kufur. Tingkatan keimanan dan cabang-cabangnya berhadapan dengan tingkatan kekafiran dan bagian-bagiannya. Masing-masing dari keduanya saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, ada  dan tidak adanya.

               Dari keterkaitan yang terdapat pada nama-nama dan hukum-hukum ini, jelaslah bagi Anda maksud para ulama mengenai pembagian kafir menjadi bermacam-macam, dan ketahuilah bahwa hal ini merupakan penjelasan yang menyatakan bahwa tidak selayaknya seseorang menuduh orang atau perbuatan tertentu sebagai kekafiran. Maksudnya adalah kekafiran yang bertentangan dengan pokok iman yang mengeluarkan seseorang dari Islam, tetapi kadang-kadang juga dimaksudkan  selain itu, yaitu apa yang sering disebut dengan kufur kecil yang menurunkan  iman seseorang tetapi tidak menghilangkan keislamannya, sedangkan  keislamannya tersebut hanya akan hilang apabila ia mengingkari atau kafir  kepada Allah SWT.

Pangkal Macam-Macam Kekafiran

               Sebagaimana disebutkan bahwa dilihat dari segi berlawanannya dengan pokok keimanan, kekafiran terdiri dari beberapa macam. Berdasarkan hal ini  kekafiran dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

Pertama
Sesuatu yang bertentangan dengan agama, yaitu mengeluarkan seseorang  dari Islam dan menjadi kafir dan diakhirat ia kekal di dalam neraka.

               Para ulama menyebutkan kekafiran ini dengan kufur besar (al-kufru al-akbar), yaitu kekafiran yang mengeluarkan seseorang dari Islam dan menggugurkan keimanannya. Kekafiran ini adalah kufur yang tidak memberikan kesempatan menyandang iman bagi orang yang masuk ke dalamnya, dan itu terjadi dengan perkataan atau perbuatan yang menunjukkan kekafiran tersebut dengan  dilakukannya unsur-unsur kekafiran tersebut.

               Oleh karena itu, ungkapan bahwa kekafiran yang berdasarkan keyakinan adalah  kekafiran yang besar (al-kufru al-akbar) dan ia berhadapan dengan kafir perbuatan yang merupakan kufur kecil adalah ungkapan yang salah. Akan tetapi,  kufur perbuatan kadang-kadang merupakan kufur akbar (kufur besar).

               Ibnu Qayyim ra berkata, "Sebagaimana kekafiran terjadi dengan perkataan, dan  itu merupakan bagian dari kekafiran, demikian pula kekufuran terjadi sebab melakukan sebagian perbuatan kafir seperti menyembah patung dan menghina  mushhaf."

Kedua
Tindakan yang tidak bertentangan dengan pokok keimanan, tetapi  perbuatan tersebut berkaiatan dengan cabang-cabang iman, tingkatannya, dan  hal-hal yang dapat menyempurnakannya, sehingga tidak mengeluarkan seseorang  dari lingkaran agama Islam. Sebab, pokok iman masih melekat pada dirinya,  selama tidak ada penentangnya, baik dari perkataan maupun perbuatan.

               Pada  kekafiran semacam ini, yang hilang adalah kesempurnaan iman dan derajat yang
dapat meningkatkan pokok iman dan tingkatan keislamannya, bukan semata-mata  iman.

               Kekafiran ini yang disebut dengan 'al-kufru al-ashghar' (kufur kecil) adalah selain dari kufur besar. Untuk menyebut hal ini, para ulama mempunyai istilah  khusus seperti sebutan 'kufrun duuna kufrin' (kekafiran di bawah kekafiran),  kezaliman di bawah kezaliman dan kefasikan di bawah kefasikan.

Al-Kufru al-Akbar (Kafir Besar)
Al-Kufru al-akbar (kafir besar) adalah sesuatu yang bertentangan dengan pokok  iman dan hakikatnya, yang menjadikan seseorang kekal di dalam neraka dan  mengeluarkan seseorang dari Islam.

               Al-Kufru al-akbar terbagi menjadi beberapa macam. Para ulama menyebutkan beberapa hal, di antaranya Ibnu Qayyim, dia berkata: "Kufur akbar terdiri  dari lima macam, yaitu :
1.      Kafir karena dusta
2.      Kufur karena takabbur dan enggan  percaya
3.      Kufur karena berpaling
4.      Kufur karena ragu
5.      Kufur karena nifaq  (munafiq)."

Dalil-dalil kekafiran tersebut :

Pertama
Kufur karena dusta, Allah berfirman yang artinya, "Maka siapakah yang  lebih dzalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan  mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya. Bukankah di neraka Jahannam  tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?" (Az-Zumar: 32)

Kedua
Kufur karena takabbur dan enggan percaya, Allah berfirman, "Dan  (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'sujudlah kamu kepada  Adam', maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah  dia termasuk golongan orang-orang yang kafir?" (Al-Baqarah: 34)

Ketiga
Kufur karena berpaling, Allah berfirman, "Kami tiada menciptakan  langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan  (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang  kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka." (Al-Ahqaaf: 3)

Keempat
Kufur karena ragu, Allah berfirman, "Dan dia mempunyai kekayaan  besar, maka ia berkata dengan kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap  dengan dia, 'Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku  lebih kuat', Dan ia memasuki kebunnya sedang ia zalim terhadap dirinya  sendirinya, ia berkata, 'Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,  dan aku tidak mengira bahwa hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya  aku dikembalikan kepada Rabbku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang  lebih baik  kepadanya, sedang ia bercakap-cakap dengannya, 'Apakah kamu kufur kepada  (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu  Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna'." (Al-Kahfi: 34-37)

Kelima
Kufur karena nifaq, Allah berfirman, "Yang demikian itu adalah karena  bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu  hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti." (Al-Munafiquun: 3)

               Syekh Ibnu Taimiyah membagi kufur menjadi dua macam, yaitu kafir zahir dan kafir nifaq (kafir yang terang-terangan dan kafir yang disembunyikan). Syekh Muhammad Shiddiq Khan juga membagi kafir menjadi dua macam, yaitu kafir
sharih (jelas) dan kafir ta'wil.

               Namun demikian, pendapat Muhammad Hasan khan memerlukan penjelasan lebih  lanjut, yaitu tentang bentuk kafir yang kedua, yaitu kafir ta'wil. Jika yang  ia maksudkan adalah kafir kecil (ashghar), maka ia tidak termasuk ke dalam  macam-macam kekafiran dalam pembahasan ini (kafir besar). Hal ini, karena  seseorang yang melakukan kafir yang besar kadang-kadang berdasarkan  penafsiran (ta'wil) yang ia lakukan, dan ia dapat diampuni karena beberapa  alasan seperti penafsiran itu sendiri.

               Pembagian kafir besar (akbar) yang dilakukan para ulama tidak terlepas dari pembagian istilah yang memerlukan banyak pertimbangan, yang terpenting adalah pertimbangan ilmiyah dengan meneliti nash-nash dan ijtihad berdasarkan  nash-nash tersebut.

               Hal itu dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada manusia supaya mereka  mempelajarinya dan tidak terjerumus ke dalam kekafiran itu, sebagai upaya menghalau keragu raguan atau kesamaran-kesamaran yang timbul dalam benak manusia, seperti mereka yang berkeyakinan bahwa kafir hanya ada satu macam  yaitu ingkar kepada Allah Sang Pencipta atau keyakinan adanya sekutu bagi  Allah, dan selain itu tidak berpengaruh kepada keimanan selama pernyataan  tauhid (dua syahadat) telah diucapkan dengan jelas.

               Jika kita mau melihat hakikat kafir yang merupakan lawan dari iman dari setiap aspeknya, di mana orang yang melakukannya berdasarkan pengetahuan dan  dengan sengaja menjadi kafir dan keluar dari agama Islam di dunia, sedang di  akhirat ia kekal di dalam neraka, maka jika kita ingin mengetahui hakikat  kekafiran dari aspek ini, kita dapat mengembalikan semua pembagian kekafiran  pada tiga pokok yang menghimpun macam-macam kekafiran besar tersebut.

               Dapat dilihat dari segi kekafiran yang menghilangkan pokok keimanan,  yaitu penyimpangan dengan perkataan hati yang merupakan perwujudan ilmu dan kepercayaan, dan perbuatan hati yang merupakan ketaatan atas keislamannya.  Hal itu dikarenakan iman adalah perkataan dan perbuatan, dan keduanya adalah  fondasi yang asasi. Jika salah satunya menyimpang, yang lainnya tidak  diperhitungkan. Hal yang dapat menghilangkan pokok iman ini adalah jika  berpaling dari pelaksanaan secara terperinci dalam melakukan perintah atau  meninggalkan larangan, dan kekafiran itu terjadi dengan menolak perintah dan  mengingkarinya.

               Pokok iman kadang-kadang ditetapkan jika terdapat pernyataan dan pelaksanaan  secara global, bahkan kadang-kadang ditetapkan pula dengan cara yang lebih  tinggi derajatnya, yaitu dengan pelaksanaan secara terperinci. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi kekurangan yang juga dapat mengurangi keimanan.

Sumber: Al-Jahlu bi Masaailil I'tiqaad wa Hukmuhu, Abdur Razzaq bin Thahir  bin Ahmad Ma'as

Ibu dan Ayah adalah Sosok yang takkan mampu kita Balas Segala Jasanya

 *Assalamua'laikum Wr. Wb.*


*Kisah Nyata.*

(Catatan seorang dokter)



*BOLEH MINTA SURAT KETERANGAN SAKIT DOK...???*


Hari itu, pasien non-stop dari pagi sampai siang.


Jelang siang, kupanggil seorang ibu masuk ke ruang periksa.

Berbagai keluhan yang dirasakannya dan hasil pemeriksaan mengarah ke *vertigo*


"Ibu harus *bedrest* dulu, jangan terlalu banyak aktivitas."


Ibu tadi hanya mengangguk lemah....!!.

Tidak ada yang mengantarkannya siang itu.


Selang satu pasien, ibu tersebut kembali lagi masuk ke ruanganku, sambil berkata :

*"Dok, maaf, apakah saya boleh minta surat keterangan sakit?"* ujarnya sambil bergetar.


Aku terpana. Usia ibu sudah 64 tahun.

*"Ibu masih aktif bekerja?"* tanyaku.


Ibu tersebut kemudian duduk di depanku. 

*"Saya tinggal menumpang di rumah anak dan menantu saya, Dok.* Kalau saya yang bilang, khawatir mereka tidak percaya.

Jadi saya mohon buatkan surat keterangan sakit ya, Dok," ujarnya sambil mengusap ujung matanya yang mulai menggenang 😥


Aku tertohok dan tercekat.

*"Ibu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah, Bu??*


"Anak dan menantu saya kerja, Dok.

Karena saya menumpang, saya tahu diri harus membantu mereka.

Anak saya baik, Dok. Menantu saya juga," tuturnya sambil mulai berlinang air mata, "hanya karakter orang memang berbeda-beda."


Aku memegang kedua tangannya, sambil menahan diriku sendiri agar jangan sampai ikut menangis.

"Ibu yang sabar ya."


*Ya Tuhan, aku tak tahu hiburan apa lagi yang bisa diberikan pada seorang ibu yang meminta Surat Keterangan Sakit, agar dapat beristirahat di rumah anaknya sendiri...???*

Pada usia saat ibu-ibu lain senang menghadiri berbagai rekreasi..., reuni bersama teman-temannya, atau jalan-jalan ke tempat wisata.


Rasanya tercabik-cabik hatiku.

Aku berikan Surat Keterangan Sakit 3 hari, sekaligus pernyataan agar ibu tersebut diperkenankan istirahat.


 Kupeluk dia sebelum pulang.

*"Semoga Ibu diberikan kekuatan dan kesabaran."*

Kedua tangan ibu tersebut memelukku erat, menggenggam tanganku, dan mengucapkan terima kasih.


Aku terduduk lemas, dan tiba-tiba teringat mama dan papa. Ya Allah, betapa aku belum sempat membahagiakan keduanya saat di dunia ini...!!


Sungguh ibu dan ayah adalah sosok yang takkan mampu kita balas segala jasanya, bahkan dengan dunia dan seisinya.


Saat ibu dan bapak masih ada, sayangilah keduanya.


*Semoga tak akan ada lagi hari, aku bertemu seorang ibu yang meminta Surat Keterangan Sakit untuk diberikan pada anaknya.*


*Mari kita berdoa. Semoga: Bila orang tua kita masih hidup,  senantiasa bahagia, selalu dikaruniai umur yang panjang. Aamiin YRA*



~ Dede Farhan Aulawi ~


_Renungan buat kita semua di Hari Ibu_Semoga tidak terjadi pada keluarga kita._

_Na'udzubillahi min dzalik..._



ooooooooooooo 


_*HIKMAH PAGI*_


KEUTAMAAN BERBUAT BAIK KEPADA KEDUA ORANG TUA


Bagian Lima


_Ancaman Neraka Bagi Yang Menyakiti_

 

Nabi Muhammad SAW bersabda :


مَنْ اَذَى وَالِدَيْهِ اَوْ اَذَى اَحَدَهُمَا يَدْخُلُ النَّارَ


_“Barangsiapa menyakiti kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya, maka dia akan masuk neraka”._ (Dalam Kitab Lubabul Hadits)


Subhanallah.. Astaghfirullah..

Kita takut ancaman neraka dengan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak menyakiti orang tua kita. Baik perkataan maupun sikap atau tindakan kita yang bisa menyebabkan orang tua sakit hati.


Kita berusaha selalu minta maaf kepada kedua orang tua, baik merasa bersalah maupun tidak. Dan selalu mohon ridho kedua orang tua kita.


Sungguh.. terdapat ancaman bagi yang durhaka kepada orang tua. Yakni tidak akan dilihat Allah SWT pada hari kiamat dan tidak masuk surga. Sebagaimana dalam sebuah hadist :


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ وَالدَّيُّوثُ وَثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى


_Rasulullah ﷺ bersabda : "Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat. Anak yang durhaka kepada orang tua, wanita yang menyerupai laki-laki, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian. Dan tiga golongan mereka tidak akan masuk surga; anak yang durhaka kepada orang tua, pecandu khamer, dan orang yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya."_ (HR. An Nasai : 2515)


Astaghfirullah..

Sebagai orang tua, belajar selalu memaafkan dan mendo'akan kebaikan untuk anak-anak agar anak-anak kita terhindar dari neraka.


Dan sebagai bentuk bakti dan berbuat baik kita kepada kedua orang tua, maka hendaklah senantiasa berdo'a kepada Allah agar kita dan kedua orang tua kita selalu mendapatkan ampunan Allah SWT, Sebagaimana do'a Nabi Ibrahim dalam Al Qur'an : 


رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ


_"Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu-bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat)."_ (QS. Ibrāhim : 41)


Yaa Allah.. Ampuni kami..

Terimalah amal baik kami..

Dan bimbing kami semua kejalan yang lurus. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin


_Semoga bermanfaat_

Surat 44 Ad Dukhaan + Murotal Merdu Tulisan Arab Bagus

 Muqaddimah  

Surat Ad Dukhaan terdiri atas 59 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah Az Zukhruf.


Dinamai Ad Dukhaan (kabut), diambil dari perkataan Dukhaan yang terdapat pada ayat 10 surat ini.

Menurut riwayat Bukhari secara ringkas dapat diterangkan sebagai berikut: Orang-orang kafir Mekah dalam menghalang-halangi agama Islam dan menyakiti serta mendurhakai Nabi Muhammad s.a.w. sudah melewati batas, karena itu Nabi mendoa kepada Allah agar diturunkan azab sebagaimana yang telah diturunkan kepada orang-orang yang durhaka kepada Nabi Yusuf yaitu musim kemarau yang panjang. Do'a Nabi itu dikabulkan Allah sampai orang-orang kafir memakan tulang dan bangkai, karena kelaparan. Mereka selalu menengadah ke langit mengharap pertolongan Allah. Tetapi tidak satupun yang mereka lihat kecuali kabut yang menutupi pandangan mereka.

Akhirnya mereka datang kepada Nabi agar Nabi memohon kepada Allah supaya hujan diturunkan. Setelah Allah mengabulkan doa Nabi, dan hujan di turunkan, mereka kembali kafir seperti semula; karena itu Allah menyatakan bahwa nanti mereka akan diazab dengan azab yang pedih.

Pokok-pokok isinya.

1. Keimanan:
Dalil-dalil atas kenabian Muhammad s.a.w.; huru-hara dan kehebatan hari kiamat; pada hari kiamat hanya amal-amal seseorang yang dapat menolongnya; azab dan penderitaan yang ditemui orang-orang kafir di akhirat serta nikmat dan kesenangan yang diterima orang-orang mukmin.

2. Hukum-hukum:
Kisah Musa a.s dengan Fir'aun dan kaumnya.

3. Dan lain-lain:
Permulaan turunnya Al Quran pada malam lailatul Qadar; orang-orang kafir hanya beriman kalau mereka ditimpa bahaya, kalau bahaya telah hilang mereka kafir kembali; dalam penciptaan langit dan bumi itu terdapat hikmat yang besar.
 
..





 

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

حٰمۤ ۚ - ١

Ha Mim

وَالْكِتٰبِ الْمُبِيْنِۙ - ٢

Demi Kitab (Al-Qur'an) yang jelas,

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ - ٣

sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. ) Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan.

فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ - ٤

Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,

اَمْرًا مِّنْ عِنْدِنَاۗ اِنَّا كُنَّا مُرْسِلِيْنَۖ - ٥

(yaitu) urusan dari sisi Kami. Sungguh, Kamilah yang mengutus rasul-rasul,

رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُۗ - ٦

sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui,

رَبِّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَاۘ اِنْ كُنْتُمْ مُّوْقِنِيْنَ - ٧

Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; jika kamu orang-orang yang meyakini.

لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ ۗرَبُّكُمْ وَرَبُّ اٰبَاۤىِٕكُمُ الْاَوَّلِيْنَ - ٨

Tidak ada tuhan selain Dia, Dia yang menghidupkan dan mematikan. (Dialah) Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu dahulu.

بَلْ هُمْ فِيْ شَكٍّ يَّلْعَبُوْنَ - ٩

Tetapi mereka dalam keraguan, mereka bermain-main.

فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِى السَّمَاۤءُ بِدُخَانٍ مُّبِيْنٍ - ١٠

Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas,

يَغْشَى النَّاسَۗ هٰذَا عَذَابٌ اَلِيْمٌ - ١١

yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih.

رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ اِنَّا مُؤْمِنُوْنَ - ١٢

(Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, lenyapkanlah azab itu dari kami. Sungguh, kami akan beriman.”

اَنّٰى لَهُمُ الذِّكْرٰى وَقَدْ جَاۤءَهُمْ رَسُوْلٌ مُّبِيْنٌۙ - ١٣

Bagaimana mereka dapat menerima peringatan, padahal (sebelumnya pun) seorang Rasul telah datang memberi penjelasan kepada mereka,

ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوْا مُعَلَّمٌ مَّجْنُوْنٌۘ - ١٤

kemudian mereka berpaling darinya dan berkata, “Dia itu orang yang menerima ajaran (dari orang lain) dan orang gila.”

اِنَّا كَاشِفُوا الْعَذَابِ قَلِيْلًا اِنَّكُمْ عَاۤىِٕدُوْنَۘ - ١٥

Sungguh (kalau) Kami melenyapkan azab itu sedikit saja, tentu kamu akan kembali (ingkar).

يَوْمَ نَبْطِشُ الْبَطْشَةَ الْكُبْرٰىۚ اِنَّا مُنْتَقِمُوْنَ - ١٦

(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan keras. Kami pasti memberi balasan.

۞ وَلَقَدْ فَتَنَّا قَبْلَهُمْ قَوْمَ فِرْعَوْنَ وَجَاۤءَهُمْ رَسُوْلٌ كَرِيْمٌۙ - ١٧

Dan sungguh, sebelum mereka Kami benar-benar telah menguji kaum Fir’aun dan telah datang kepada mereka seorang Rasul yang mulia,

اَنْ اَدُّوْٓا اِلَيَّ عِبَادَ اللّٰهِ ۗاِنِّيْ لَكُمْ رَسُوْلٌ اَمِيْنٌۙ - ١٨

(dengan berkata), “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dapat kamu percaya,

وَّاَنْ لَّا تَعْلُوْا عَلَى اللّٰهِ ۚاِنِّيْٓ اٰتِيْكُمْ بِسُلْطٰنٍ مُّبِيْنٍۚ - ١٩

dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sungguh, aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata.

وَاِنِّيْ عُذْتُ بِرَبِّيْ وَرَبِّكُمْ اَنْ تَرْجُمُوْنِۚ - ٢٠

Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu, dari ancamanmu untuk merajamku,

وَاِنْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا لِيْ فَاعْتَزِلُوْنِ - ٢١

dan jika kamu tidak beriman kepadaku maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil).”

فَدَعَا رَبَّهٗٓ اَنَّ هٰٓؤُلَاۤءِ قَوْمٌ مُّجْرِمُوْنَ - ٢٢

Kemudian dia (Musa) berdoa kepada Tuhannya, “Sungguh, mereka ini adalah kaum yang berdosa (segerakanlah azab kepada mereka).”

فَاَسْرِ بِعِبَادِيْ لَيْلًا اِنَّكُمْ مُّتَّبَعُوْنَۙ - ٢٣

(Allah berfirman), “Karena itu berjalanlah dengan hamba-hamba-Ku pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar,

وَاتْرُكِ الْبَحْرَ رَهْوًاۗ اِنَّهُمْ جُنْدٌ مُّغْرَقُوْنَ - ٢٤

dan biarkanlah laut itu terbelah. Sesungguhnya mereka, bala tentara yang akan ditenggelamkan.”

كَمْ تَرَكُوْا مِنْ جَنّٰتٍ وَّعُيُوْنٍۙ - ٢٥

Betapa banyak taman-taman dan mata air-mata air yang mereka tinggalkan,

وَّزُرُوْعٍ وَّمَقَامٍ كَرِيْمٍۙ - ٢٦

juga kebun-kebun serta tempat-tempat kediaman yang indah,

وَّنَعْمَةٍ كَانُوْا فِيْهَا فٰكِهِيْنَۙ - ٢٧

dan kesenangan-kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana,

كَذٰلِكَ ۗوَاَوْرَثْنٰهَا قَوْمًا اٰخَرِيْنَۚ - ٢٨

demikianlah, dan Kami wariskan (semua) itu kepada kaum yang lain.

فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاۤءُ وَالْاَرْضُۗ وَمَا كَانُوْا مُنْظَرِيْنَ ࣖ - ٢٩

Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi penangguhan waktu.

وَلَقَدْ نَجَّيْنَا بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ مِنَ الْعَذَابِ الْمُهِيْنِۙ - ٣٠

Dan sungguh, telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksaan yang menghinakan,

مِنْ فِرْعَوْنَ ۗاِنَّهٗ كَانَ عَالِيًا مِّنَ الْمُسْرِفِيْنَ - ٣١

dari (siksaan) Fir‘aun, sungguh, dia itu orang yang sombong, termasuk orang-orang yang melampaui batas.

وَلَقَدِ اخْتَرْنٰهُمْ عَلٰى عِلْمٍ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ ۚ - ٣٢

Dan sungguh, Kami pilih mereka (Bani Israil) dengan ilmu (Kami) di atas semua bangsa (pada masa itu).

وَاٰتَيْنٰهُمْ مِّنَ الْاٰيٰتِ مَا فِيْهِ بَلٰۤـؤٌا مُّبِيْنٌ - ٣٣

Dan telah Kami berikan kepada mereka di antara tanda-tanda (kebesaran Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata.

اِنَّ هٰٓؤُلَاۤءِ لَيَقُوْلُوْنَۙ - ٣٤

Sesungguhnya mereka (kaum musyrik) itu pasti akan berkata,

اِنْ هِيَ اِلَّا مَوْتَتُنَا الْاُوْلٰى وَمَا نَحْنُ بِمُنْشَرِيْنَ - ٣٥

”Tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami tidak akan dibangkitkan,

فَأْتُوْا بِاٰبَاۤىِٕنَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ - ٣٦

maka hadirkanlah (kembali) nenek moyang kami jika kamu orang yang benar.”

اَهُمْ خَيْرٌ اَمْ قَوْمُ تُبَّعٍۙ وَّالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۗ اَهْلَكْنٰهُمْ اِنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ - ٣٧

Apakah mereka (kaum musyrikin) yang lebih baik atau kaum Tubba‘, dan orang-orang yang sebelum mereka yang telah Kami binasakan karena mereka itu adalah orang-orang yang sungguh berdosa.

وَمَا خَلَقْنَا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لٰعِبِيْنَ - ٣٨

Dan tidaklah Kami bermain-main menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.

مَا خَلَقْنٰهُمَآ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ - ٣٩

Tidaklah Kami ciptakan keduanya melainkan dengan haq (benar), tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

اِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ مِيْقَاتُهُمْ اَجْمَعِيْنَ ۙ - ٤٠

Sungguh, pada hari keputusan (hari Kiamat) itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya,

يَوْمَ لَا يُغْنِيْ مَوْلًى عَنْ مَّوْلًى شَيْـًٔا وَّلَا هُمْ يُنْصَرُوْنَۙ - ٤١

(yaitu) pada hari (ketika) seorang teman sama sekali tidak dapat memberi manfaat kepada teman lainnya dan mereka tidak akan mendapat pertolongan,

اِلَّا مَنْ رَّحِمَ اللّٰهُ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ ࣖ - ٤٢

Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Dia Mahaperkasa, Maha Penyayang.

اِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّوْمِۙ - ٤٣

Sungguh pohon zaqqum itu,

طَعَامُ الْاَثِيْمِ ۛ - ٤٤

makanan bagi orang yang banyak dosa.

كَالْمُهْلِ ۛ يَغْلِيْ فِى الْبُطُوْنِۙ - ٤٥

Seperti cairan tembaga yang mendidih di dalam perut,

كَغَلْيِ الْحَمِيْمِ ۗ - ٤٦

seperti mendidihnya air yang sangat panas.

خُذُوْهُ فَاعْتِلُوْهُ اِلٰى سَوَاۤءِ الْجَحِيْمِۙ - ٤٧

”Peganglah dia kemudian seretlah dia sampai ke tengah-tengah neraka,

ثُمَّ صُبُّوْا فَوْقَ رَأْسِهٖ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيْمِۗ - ٤٨

kemudian tuangkanlah di atas kepalanya azab (dari) air yang sangat panas.”

ذُقْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْكَرِيْمُ - ٤٩

”Rasakanlah, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang perkasa lagi mulia.”

اِنَّ هٰذَا مَا كُنْتُمْ بِهٖ تَمْتَرُوْنَ - ٥٠

Sungguh, inilah azab yang dahulu kamu ragukan.

اِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِيْ مَقَامٍ اَمِيْنٍۙ - ٥١

Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman,

فِيْ جَنّٰتٍ وَّعُيُوْنٍ ۙ - ٥٢

(yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air,

يَّلْبَسُوْنَ مِنْ سُنْدُسٍ وَّاِسْتَبْرَقٍ مُّتَقٰبِلِيْنَۚ - ٥٣

mereka memakai sutra yang halus dan sutra yang tebal, (duduk) berhadapan,

كَذٰلِكَۗ وَزَوَّجْنٰهُمْ بِحُوْرٍ عِيْنٍۗ - ٥٤

demikianlah, kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah.

يَدْعُوْنَ فِيْهَا بِكُلِّ فَاكِهَةٍ اٰمِنِيْنَۙ - ٥٥

Di dalamnya mereka dapat meminta segala macam buah-buahan dengan aman dan tenteram,

لَا يَذُوْقُوْنَ فِيْهَا الْمَوْتَ اِلَّا الْمَوْتَةَ الْاُوْلٰىۚ وَوَقٰىهُمْ عَذَابَ الْجَحِيْمِۙ - ٥٦

mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya selain kematian pertama (di dunia). Allah melindungi mereka dari azab neraka,

فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكَۚ ذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ - ٥٧

itu merupakan karunia dari Tuhanmu. Demikian itulah kemenangan yang agung.

فَاِنَّمَا يَسَّرْنٰهُ بِلِسَانِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ - ٥٨

Sungguh, Kami mudahkan Al-Qur'an itu dengan bahasamu agar mereka mendapat pelajaran.

فَارْتَقِبْ اِنَّهُمْ مُّرْتَقِبُوْنَ ࣖࣖ - ٥٩

Maka tunggulah; sungguh, mereka itu (juga sedang) menunggu.

..  
 .

Penutup  

Surat Ad Dukhaan dimulai dengan menyebut keagungan Al Quran. Kaum Quraisy karena tidak mengikuti seruan Nabi Muhammad s.a.w., Nabi mendoakan agar didatangkan musim kemarau yang panjang, kemudian mereka beriman dan mengharap agar Nabi mendoa kepada Allah agar diturunkan hujan, setelah hujan diturunkan, mereka kafir kembali, lalu mereka diancam Allah dengan kehancuran. Kisah Fir'aun dan kaumnya disebutkan di sini sebagai peringatan bagi mereka.

HUBUNGAN SURAT AD DUKHAAN DENGAN SURAT AL JAATSIAH

Kedua surat ini hampir sama isi dan maksudnya, seperti menjelaskan keterangan mengenai adanya Allah dan kekuasaan-Nya, sikap orang kafir terhadap seruan Nabi Muhammad s.a.w., ancaman kepada orang-orang kafir dan siksaan hebat yang mereka derita pada hari kiamat.
 
 

Daftar Surat Al Quran 

 

Properti Syariah



Pasang Depot Air Minum Isi Ulang


.
Besi Beton + Wiremesh Murah


© 2011 - | Buku PR, TUGAS, dan Catatan Sekolah | www.suwur.com | pagar | omaSae | AirSumber | Bengkel Omasae, | Tenda Suwur |