Istri Minta Cerai
Memutuskan perceraian atau menjatuhkan talak merupakan hak suami. Adapun istri tidak bisa mencerai suaminya. Namun, istri menuntut cerai biasa kita dengar. Bagaimanakah hukum masalah ini?
Datang ancaman yang keras dari penetap syariat terhadap istri yang menuntut lepas dari ikatan nikah tanpa alasan yang diperbolehkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari hadits Tsauban radhiallahu ‘anhu,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الَجنَّةِ.
“Perempuan (istri) mana saja yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang diperkenankan, maka haram baginya mencium wangi surga.” (Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 2226, at-Tirmidzi no. 1187, dan selain keduanya, dinyatakan sahih oleh al-Imam al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi.)
Haram mencium wanginya surga di akhirat kelak, itulah sangsi yang diancamkan penetap syariat. Apakah si istri yang minta cerai tersebut tidak bisa mencium wangi surga pada waktu tertentu, atau dia tidak dapat mencium wangi surga pada awal pertama kali orang-orang yang berbuat baik dapat menciumnya, atau bahkan dia tidak dapat mencium wangi surga sama sekali. (Aunul Ma’bud, Kitab ath-Thalaq, Bab “Fil Khulu’”)
Tahukah Anda, surga itu sangat harum dan wanginya dapat tercium dari jarak yang sangat jauh? Bila demikian, amat merugi orang yang diharamkan mencium aroma wangi surga nan semerbak, wallahul musta’an.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Kedatangan berita yang berisi tarhib (menakut-nakuti atau mengancam) istri yang minta cerai dari suaminya, dibawa kepada keadaan yang si istri minta cerai tanpa ada sebab yang menuntut hal tersebut.” (Fathul Bari, 9/314)
Lalu apakah yang dimaksud dengan ‘alasan yang tidak diperkenankan’ seperti tersebut dalam hadits, مَا بَأْسٍ غَيْرِ مِنْ? Yaitu, si istri meminta cerai bukan karena dia berada dalam suatu kesempitan atau kesulitan yang sangat yang memaksanya untuk meminta berpisah. (Tuhfah al-Ahwazi, Kitab ath-Thalaq, Bab “Ma Ja’a fi al-Mukhtali’at”)
Misalnya, dia tidak sanggup hidup dan bersabar bersama suaminya karena sifat fisik atau akhlak suami.
Seorang istri yang salihah tentunya tidak akan bermudah-mudah meminta cerai hanya karena suatu alasan yang sepele atau mengada-ada. Dalam berumah tangga dengan suaminya, dia berada di antara sifat syukur dan sabar. Kebaikan dan kelebihan suaminya dia syukuri. Adapun kekurangan yang diterimanya dalam berumah tangga, dia sabari. Tidaklah dia jadikan setiap permasalahan dengan suaminya sebagai alasan untuk minta cerai.
Bagaimana halnya dengan minta khulu’?
Ada hadits yang memperingatkan dari meminta khulu’, di antaranya hadits Tsauban radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اَلْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Al-Mukhtali’at adalah munafik.” (HR. at-Tirmidzi, no. 1186, dinyatakan sahihdalam ash-Shahih al-Jami’, 2/1133)
Yang dimaksud al-mukhtali’at adalah istri yang minta khulu’ dan minta cerai dari suami tanpa alasan yang diperkenankan. Mereka dikatakan munafik, yakni bermaksiat secara batin dan menampakkan ketaatan secara zahir.
Ath-Thibi rahimahullah mengatakan bahwa ucapan ini adalah bentuk mubalaghah, yang sangat ditekankan dari berbuat demikian. (Tuhfatul Ahwadzi)
Ibnu Qudamah rahimahullah mengomentari, “Hal ini menunjukkan haramnya meminta khulu’ tanpa ada kebutuhan, karena akan memudaratkan dan suaminya, serta menghilangkan maslahat nikah tanpa ada kebutuhan.” (al-Mughni)
Kata Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah, “Khulu’ hukumnya mubah (dibolehkan) bila terkumpul sebab-sebabnya yang diisyaratkan dalam ayat yang mulia2. Yaitu kekhawatiran sepasang suami istri bila keduanya mempertahankan pernikahan, niscaya keduanya tidak dapat menegakkan hudud/batasan yang Allah ‘azza wa jalla tetapkan. Bila tidak ada kebutuhan untuk khulu’, maka dibenci, bahkan haram menurut sebagian ulama berdasar hadits,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الَجنَّةِ
“Perempuan (istri) mana saja yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang diperkenankan, maka haram baginya mencium wangi surga.” (al-Mulakhkhash al-Fiqhi, 2/320)
Posting Komentar