Hidup kerohanian dalam Islam dimulai dari peri kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW. Sebelum beliau menggemparkan dunia dengan “pekerjaan” besarnya, beliau melatih dirinya dengan kehidupan rohani. Selama bertahun-tahun beliau berkhalwat sendirian di gua Hiro. Entah apa yang dilakukannya. Sampai akhirnya datanglah Malaikat Jibril menyampaikan Ayat Iqro sebagai SK kenabian Nabi Muhammad SAW.
Suatu hari datanglah Malaikat Jibril kepada Nabi SAW menyampaikan salam Tuhan dan bertanya, ”Manakan yang Engkau suka ya Muhammad, menjadi Nabi yang kaya akan harta seperti Nabi Sulaiman atau menjadi Nabi yang miskin seperti Nabi Ayyub?”. Lalu beliau menjawab, “Aku lebih suka sehari kenyang dan sehari lapar. Jika kenyang aku bersyukur pada Tuhan. Jika lapar aku bersabar pada Tuhan” berdasarkan cerita tersebut maka dalam dunia kerohanian yang terpenting adalah terkaitnya hati dengan Tuhan, bukan kaya atau miskinnya harta.
Nabi hidup sebagai sufi3 sebelum dan setelah jadi nabi. Segala aktifitas hidupnya, baik kerja, kumpul istri, bercanda, sampai sholat semua diniatkan hanya untuk Tuhan. Nabi memperkuat batinnya dengan jalan kerohanian, beliau mendidik sahabat-sahabatnya dengan jalan kerohian pula. Di samping Masjid Madina didirikan ruangan khusus yang dinamakan “suffah” (zawiya/pendopo) sebagai tempat tinggal dan didik ilmu agama, mereka hasil didikan Nabi disebut Ahli Suffah. Mula-mula jumlahnya hanya 400 orang, lambat laun menjadi berlipat ganda.4 Maka tidak heran dalam cerita sejarah Nabi, kelihatan keyakinan para Sahabat yang sedemikian besar.
Hakekat Pengertian Tasawuf
Tashawwuf –dalam sintaksis Arab– merupakan mashdar (kata dasar) yang terbentuk dari kata “shawwafa”, sehingga mempunyai arti ‘memakai shuuf (wol)’. Maka orang yang mencurahkan kehidupannya untuk tasawuf disebut sufi.
Harun Nasution pernah menulis6 kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulisnya banyak mengaitkan dengan kata:
1. Safa dalam arti suci dan Sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama sholat dan puasa.
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf disini ialah baris pertama dalam sholat dimesjid. Saf pertamaditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat Al Quran dan berdzikir sebelum waktu sholat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku dengan memakai suffah (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak punya apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk ke dalam filsafat Islam) yang berarti hikmah, dan kaum sufi pula yang tahu hikmah. Pendapat ini banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk ke dalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin bukan dengan shod yang seperti dalam kata tasawuf.
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia harus meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan sera kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Jadi orang yang bertasawuf itu ialah orang yang mensucikan dirinya lahir batin dalam suatu pendidikan etika (budi pekerti) dengan menempuh tiga tingkat, yaitu:
pertama : takhali, yakni mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela dan maksiat lahir, maksiat batin kedua : tahali, yakni mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji dengan taat lahir , taat batin. Ketiga : tajalli, yakni merasakan rasa Ketuhanan yang sampai pada kenyataan Tuhan dengan tata-cara (sistem) tersebut menjadilah suatu ilmu yang disebut Ilmu tasawuf.
Tapi di jaman Nabi memang belum dikenal istilah tasawuf, sebagaimana belum dikenal istilah fiqh, usuludin, kalam, dsb. Sebagaimana dalam suatu hadist diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim
Satu waktu, Rosululloh sedang duduk bersama Umar ketika seorang pemuda yang tampan datang entah dari mana, dan tidak ada tanda-tanda kelelahan pada dirinya. Kemudian pemuda itu duduk di hadapan Rosululloh dan menempelkan lututnya ke lutut Rosululloh.
Kemudian si pemuda bertanya,"Ya Rosululloh, terangkan kepadaku, apa itu Islam"
Rosul Jawab,"Islam itu adalah kamu bersyahadat, sholat, puasa, zakat dan kamu menjalankan ibadah haji"
si pemuda berkata,"Ya benar"
Umar heran, pemuda itu bertanya, dia pula yang membenarkan.
Kemudian pemuda itu bertanya lagi,
"Ya Rosululloh, terangkan kepadaku, apa itu Iman"
Rosul jawab,"iman itu ialah iman pada Alloh, pada malaikat-malaikatNya, pada kitab-kitabNya, pada Nabi-nabinya, pada hari akhir dan iman pada adanya takdir baik dan takdir buruk si Pemuda berkata,"ya benar" Umar sekali lagi heran, dia yang bertanya, mengapa dia pula yang membenarkan Kemudian si Pemuda bertanya,
"Ya Rosululloh, terangkan kepadaku tentang Ihsan"
Rosul jawab,"Ihsan itu engkau beribadah seolah-olah engkau melihat Alloh, kalau tidak bisa, maka engkau yakin bahwa Alloh melihat ibadahmu"
si pemuda berkata,"Ya benar"
Kemudian si pemuda bertanya lagi,
"Ya Rosululloh beritahukan kepadaku, kapankan datangnya hari kiamat itu"
Rosul jawab,
"Dia yang ditanya tidak lebih tahu dari dia yang bertanya"
Kemudian si pemuda itu pergi.
Dengan heran, Umar bertanya kepada Rosululloh,
"Ya Rosululloh, siapakah pemuda itu tadi ? mengapakah ia bertanya,tapi ia pula yang membenarkan ?"
Rosul jawab,
"Dia adalah Jibril, yang memberikan pengajaran tentang Islam kepadamu"
Dari hadits di atas itulah, kemudian dari rukun Islam berkembanglah ilmu Fiqih, dari rukun Iman berkembanglah ilmu ushuludin, dan dari ihsan berkembanglah ilmu tasawuf.
Ihsan sasarannya adalah akhlak, budi pekerti, kebatinan yang bersih, bagaimana menghadapi Tuhan, bagaimana membuang kotoran yang menghalangi terhubungnya hati dengan Tuhan, bagaimana Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Sebagaimana Imam Ghazali pernah mengemukakan bahwa hakikat tasawuf adalah ilmu dan amal yang menghasilkan budi pekerti luhur, bukan ungkapan-ungkapan belaka.
Posting Komentar